Sunset (Sunrise) - Hormati Wanitamu

Bisa dibilang, Sunset (Sunrise) menciptakan lagu ini khusus untuk para kaum Adam untuk menghormati wanitanya. Wanita memang biasanya mesti morortin kita, buat kita mabuk kepayang, atau apalagi tuh... pokoknya bikin hidup kita jadi tak teratur. Namun, tetap kita harus menghormati wanita karena kelak bila kita berumah tangga, niscaya wanita akan menjadi "Pahlawan" di rumah, atau Wonder Woman.

Karena 21 April kemarin hari Kartini, satubumi99! memopersembahkan spesial lagu ini khusus untuk para cowok (mungkin juga diri aku sendiri) yang kurang menghormati wanita. Angkatlah derajat wanita walaupun kiita adalah pemimpin.

Wanita juga dong, hormati sang pejuang wanita pertama Indonesia, Raden Ajeng Kartini. Beliau telah memperjuangkan wanita agar diberi kebebasan untuk "bergerak". Beliaulah yang mednirikan sekolah wanita pertama di Indonesia.

--Lagu ini dimuat khusus untuk hari Kartini--

Untuk Sunrise Band, Dimana kalian berada sekarang?

Sunrise
Hormati wanitamu

*
wanita diciptakan bukan hanya dibohongi
Tapi juga tuk dihormati
Wanita dilahirkan bukan hanya disakiti
Tapi juga tuk disayangi

Mengertilah dengan wanita
Begitu hebatnya wanita
Mengertilah dengan wanita
JJangan pernah kau tinggalkannya

kadang bikin bahagia dan juga bikin luka
Itulah dia wanita
Bisa juga bikin kita bodoh dan juga sakit sarap
Itulah juga wanita

REFF:
Janganlah kau salah mengerti
Begiotu hebatnya wanita
Janganlah kau salah mengerti
Menyesallah kau selamanya


#Aku mohon maaf yang sebesar-besarnya buat Ibu aku yang sangat aku cintai dan ade2' aku yang cantik2 aku sayang kalian semua dan yang paling aku cintai setelah keluargaku "My Sunbeam" kaulah sekarang ini dan selamanya yang ada dihatiku I Love You.

Dan semua temen2 yang pernah aku sakiti dari lisan ataupun perbuatan yang aku sengaja maupun tidak aku minta maaf yang sebesar2nya. Semoga Allah akan selalu meningkatkan Iman dan Taqwa kepada kalian semua, semoga kalian selalu berada dijalan kebenarannya.

Menghadapi masalah hidup

Setiap manusia pasti pernah berhadapan pada suatu masalah hidup.Masalah adalah suatu kondisi yang memberikan rasa ketidaknyaman pada seseorang, masalah berupa kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Tinggi rendahnya masalah tergantung bagaimana seseorang menanggapi masalah tersebut. Seorang filsuf pernah berkata bahwa hanya orang yang mati saja yang tidak akan mendapat masalah. Banyak sekali hal-hal disekitar kita yang dapat menjadi sebuah masalah. Deadline skripsi bagi mahasiswa, masalah keuangan, percintaan dan sebagainya merupakan suatu stressor (sumber masalah) yang dapat membuat seseorang mengalami stress.
Stress sifatnya individual, artinya satu kondisi yang bisa menimbulkan stress pada seseorang tetapi belum tentu menjadi streesor bagi individu yang lain. Biasanya tergantung dari pengalaman seseorang dalam menghadapi satu situasi.
Saat berhadapan dengan situasi stressfull, secara sadar ataupun tidak kita akan mengubah cara berpikir dan perilaku. Tujuannya untuk meminimalisir tekanan, mengurangi kecemasan, dan memperoleh rasa aman. Dalam istilah Psikologi hal ini disebut dengan strategi coping. Dua macam strategi coping, pertama, menghilangkan situasi yang menimbulkan stress dengan menyelesaikan masalah (problem focus coping). Kedua dengan mengatur emosi unutk menyesuaikan diri dengan situasi yang membuat stress.

Setiap orang punya pertimbangan sendiri terhadap strategi yang mereka gunakan. Beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain:

a.Kesehatan Fisik
Dalam kondisi sakit, kita dapat memberikan reaksi yang berbeda dari ketika dalam keadaan sakit.

b.Dukungan sosial
Terutama orang terdekat seperti orangtua, teman, sahabat dan pasangan. Jika mereka bersikap suportif, baik berupa dukungan emosional maupun dalam memenuhi kebutuhan informasi, kita cenderung menyelesaikan masalah, mengatur emosi atau merubah cara pandang kita terhadap situasi stressfull dibandingkan menghindarinya.

c.Keterampilan sosial
Keterampilan berkomunikasi kita dengan lingkungan sekitar juga mempengaruhi strategi yang kita pilih, misalkan saat punya masalah, lalu kita curhat, biasanya kemampuan kita mengidentifikasi dan menganalisis masalah akan meningkat lewat diskusi. Kita bisa mencari alternatif tindakan yang sesuai tujuan kita.

d.Kedekatan pada Tuhan
Penerimaan pada takdir yang telah kita alami, keikhlasan terhadap yang kita hadapi dapat mempengaruhi cara berpikir kita menghadapi masalah.

Bagian terpenting menghadapi masalah adalah dengan mengawali untuk mengenal apakah hal yang kita hadapi merupakan situasi stressfull atau bukan. Kesalahan yang sering kita lakukan adalah tidak bisa membedakan apakah suatu kondisi termasuk stressfull atau bukan. Suatu kondisi disebut masalah apabila ada solusinya. Tidak bisa disebut masalah apabila kondisi itu tidak bisa diubah, misalnya kita terlahir bukan sebagai anak yang memiliki intelegensi diatas rata-rata. Hal tersebut tidak bisa disebut masalah dan tidak perlu diratapi. Intinya kita perlu memiliki rasa keikhlasan untuk menerima keadaan tersebut.

Berpikir postif merupakan suatu cara menghadapi masalah, hidup kita akan lebih mudah apabila dijalani dengan pikiran yang positif. Orang yang memiliki pikiran positif melihat masalah sebagai sebuah tantangan, ia akan terbuka dalam menerima ide dan saran, kemudian ia memandang masalah dengan realistis dan tidak terpaku pada satu masalah saja. Ketika menghadapi suatu stressor ia akan langsung bertindak bukan hanya mencari-cari masalah, ia memandang masalah dengan kacamata optimis sehingga ia bisa menikmati hidup dan mensyukuri apa yang telah didapatnya dalam kehidupan. Berpikir positif juga sebagai pemacu semangat. Misalnya kita melihat masalah yang kita hadapi saat ini dikarenakan usaha kita yang kurang, sehingga untuk mencapai keberhasilan yang kita inginkan diperlukan usaha yang lebih dari sebelumnya. Atau masalah saat ini adalah sebagai jalan kita untuk instrospeksi diri, sehingga masalah kita jadikan sebagai pendewasaan diri. Hidup itu akan lebih mudah jika menghadapinya secara santai dan mudah aja. So....berani hadapi masalah?

Istikomah Mulisari

BANDAR LAMPUNG

Kebudayaan Lampung Kurang Diperhatikan

BANDAR LAMPUNG (Lampost): Kalangan seniman Lampung menilai Pemerintah Provinsi Lampung dan pemerintah kabupaten/kota tidak memiliki kepedulian terhadap seni dan budaya Lampung.

Penyair Lampung Udo Z. Karzi, Sabtu (25-10), mengatakan ketidakpedulian pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota terbukti dengan tidak adanya anggaran untuk seni dan kebudayaan. Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) habis untuk kepentingan politik. Dalam APBD Lampung tahun 2007 dan 2008 tidak ada alokasi untuk seni dan budaya.

Ketidakpedulian pemerintah daerah di Lampung, kata Udo, juga dilihat dengan tidak didukungnya kegiatan-kegiatan seni dan budaya. Beberapa kegiatan seni dan budaya diselenggarakan dengan dana swadaya dari para seniman.

"Paus Sastra Indonesia H.B. Jasin pernah mengungkapkan koran wajib menyediakan halaman untuk seni dan budaya. Demikian juga dengan pemerintah harus lebih peduli terhadap kebudayaan," kata Udo.

Menurut Udo, Pemprov Lampung harusnya bisa mencontoh apa yang dilakukan pemerintah Jawa Barat, Bali, dan Yogyakarta. Pemerintah daearah Jawa Barat, Bali, dan Yogyakarta mengangarkan dana untuk seni dan budaya daerah dalam APBD. Selain itu, para pejabat di tiga daerha tersebut secara rutin menghadiri kegiatan seni dan budaya.

"Para pejabat itu hadir bukan untuk memberikan sambutan, tapi hadir untuk menyaksikan pergelaran seni dan budaya. Bahkan ada yang hadir untuk membacakan puisi. Pejabat di Yogyakarta duduk bersama para seniman untuk menyaksikan pagelaran seni dan budaya," kata dia.

Kondisi tersebut, menurut Udo, sangat berbeda dengan pejabat daerah di Lampung. Pejabat di Lampung hadir dalam acara seni dan budaya hanya untuk memberikan sambutan. Pejabat di Lampung hadir dalam acara seni budaya jika diundang penyelengara. "Bagaimana Lampung mau maju jika tidak ada dukungan terhadap seni dan budaya," kata penyair Lampung yang pernah meraih Rancage Award itu. n */K-2 (PADLI RAMDAN)

Bangkitnya Identitas Kebudayaan Lampung

Sepanjang 2004, bisa dibilang, tahun kebangkitan kebudayaan di Lampung. Karena kesenian sebagai salah satu bentuk kreativitas kebudayaan bukan cuma menggeliat, juga telah bergerak dengan dinamika yang pantas dicatat. Hampir semua cabang kesenian seperti sastra, teater, seni rupa, dan seni tari, secara pasti, menorehkan jejak-jejak yang bakal menyejarah.

MEMANG, sepintas kita lihat, jejak-jejak itu mengarah pada pembentukan sebuah identitas baru bagi kebudayaan Lampung, meskipun dalam banyak hal terlihat ada upaya tidak sengaja meninggalkan identitas lamanya. Dalam dinamika realitas kehidupan modern, kehadiran identitas baru dan hilangnya identitas lama adalah risiko yang harus dipikul bersama. Ia menjadi tanggung jawab semua lapisan masyarakat sebagai implikasi dari keinginan mereka yang sangat kuat untuk membangun segala dinamika kehidupan.

Bagi Provinsi Lampung, yang secara budaya merupakan representasi keanekaragaman masyarakat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), munculnya identitas baru merupakan risiko yang tak terbantahkan. Identitas itu, bisa dibilang, hasil dialog antarbudaya yang berbeda sekaligus wujud sikap saling pengertian atas perbedaan yang ada.

Artinya, hampir semua kelompok budaya yang ada di Lampung, menyadari betul bahwa yang terpenting bukanlah siapa yang paling dominan di antara mereka. Melainkan, siapa yang paling mampu memberikan inspirasi bagi kelompok budaya lain, sehingga kreativitas dan produktivitas berkesinambungan.

Sebuah kesadaran budaya sudah tumbuh di lingkungan kita. Sebuah kesadaran dalam pemikiran kultural dikenal dengan konsep etnisitas. Etnisitas adalah sebuah konsep budaya yang berpusat pada pembagian norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, simbol, dan praktek-praktek budaya.

Formasi kelompok budaya menyandarkan diri pada pembagian penanda-penanda budaya yang dibangun di bawah konteks sejarah, sosial, dan politik yang khusus, yang mendorong perasaan saling memiliki, yang menciptakan mitos-mitos leluhur. Kelompok budaya tidaklah mendasarkan diri pada garis primordial atau karakteristik kultural yang bersifat universal, melainkan sebuah praktik diskursif. Etnisitas mewujud dalam bagaimana cara kita berbicara tentang identitas kelompok, tanda-tanda, dan simbol-simbol yang kita pakai mengidentifikasi kelompok.

Konsepsi kulturalis tentang etnisitas merupakan sebuah usaha berani melepaskan diri dari implikasi rasis yang inheren dalam sejarah konsep ras. Misalnya, subjek orang Lampung dan pengalama hidup mereka sebagai warga Lampung yang terpinggirkan politik “Jawaisasi” penguasa sejak zaman kolonialisme, pasti terkonstruksi secara historis, kultural, dan politis jika tidak distabilkan alam atau esensi lainnya. Salah satu upaya menstabilkannya adalah tidak mengobral etnisitas itu menjadi nasionalisme untuk membuat gerakan-gerakan etno-nasionalisme yang mengacaukan stabilitas yang ada.

Term etnisitas mengakui kedudukan sejarah, bahasa, dan kebudayaan dalam konstruksi subjektivitas dan identitas, seperti halnya fakta semua wacana selalu punya tempat, posisi, situasi, dan semua pengetahuan selalu kontekstual. Etnisitas terbangun dalam relasi kekuasaan antarkelompok. Ia merupakan sinyal keterpinggiran, sinyal tentang pusat dan pinggiran, dalam konteks sejarah yang selalu berubah.

Untuk memahami fenomena munculnya konsep putra daerah dalam dinamikan politik di daerah, misalnya, lebih pas jika dilihat dari kajian budaya. Perselisihan di daerah berbasis etnis dan mewujud dalam gerakan etno-nasionalisme yang berlangsung cukup merata di Tanah Air, sangat tidak memadai menjelaskan hal ini dari tradisi behavioralis mengingat kompleksnya persoalan ini karena menyangkut pula asal-usul sosial.

Etno-nasionalisme adalah gerakan destruktif yang menghancurkan konsep nasionalisme negara kebangsaan. Ia menjadi ancaman bagi keutuhan NKRI, yang akhir-akhir ini menjadi fenomena kebangsaan di Indonesia. Kita tidak ingin momentum otonomi daerah direcoki gerakan-gerakan etno-nasionalisme, meskipun fenomena itulah yang kini melanda kehidupan berbagsa kita.

Etnisitas Budaya

“Kebudayaan” kata Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, “penting karena menyangkut identitas bangsa”. Jika pernyataan ini kita giring untuk memahami konteks Lampung, bisa dikatakan, persoalan kebudayaan sudah mencapai taraf menemukan identitasnya. Barangkali, sinyalemen ini akan ditentang banyak kalangan mengingat persoalan identitas sudah ada sejak lama, yakni kelokalan yang sangat kental. Tapi, kalau kita kembali pada konsep etnisitas seperti diuraikan di atas, kelokalan yang ada di Lampung tidak bisa dipahami semata-mata etnis Lampung.

Kita harus berpikir sebagai manusia yang menetap di sebuah negara kepulauan bernama Indonesia. Maka, semua pulau, semua daerah, dan semua tempat menjadi milik semua warga negara. Mengacu pandangan Benedict R. O’Gorman Anderson tentang nasionalisme, bisa dijawab mengapa orang yang belum pernah bertemu bisa merasa sama, merasa bersaudara, misalnya, sebagai orang Indonesia? Mengapa orang Jawa yang tinggal di Bandung dan sudah mengenal orang Sunda juga Provinsi Jawa Barat tetap merasa sebagai orang Jawa, dan bukan merasa menjadi orang Jawa Barat? Dengan kata lain, setiap orang yang tinggal di Lampung harus memiliki nasionalisme, bukan sebagai orang Jawa, Batak, Madura, Sunda, Bugis, Lampung atau Papua.

Dengan begitu, mereka merasa sebagai orang Indonesia sehingga tidak terlalu meributkan soal etnisitas masing-masing. Orang Sunda pada era otonomi daerah kini tidak merasa lebih sah sebagai pemilik Jawa Barat. Mereka tidak merasa lebih berhak mengurusi, memikirkan, dan memajukan daerahnya. Begitu juga dengan etnis-etnis lain, yang setiap etnis memiliki wilayah penyebaran masing-masing.

Konsep etnisitas bersifat relasional yang berkaitan identifikasi diri dan asal-usul sosial. Apa yang kita pikirkan sebagai identitas kita bergantung apa yang kita pikirkan sebagai bukan kita. Orang Jawa bukan Madura, Batak bukan Lampung, Sunda bukan Jawa, dll. Konsekuensinya, etnisitas akan lebih baik dipahami sebagai proses penciptaan batas-batas formasi dan ditegakkan dalam kondisi sosio-historis yang spesifik.

Dengan demikian, jika kita membicarakan kebudayaan Lampung, sama halnya dengan membicarakan kebudayaan nasional, sehingga yang muncul pada cipta (image) kita adalah 300 kebudayaan kelompok budaya dengan lebih dari 500 dialek yang kita kenali melalui aneka ragam kesenian dan adat istiadat. Cipta ini membangun persepsi yang melihat keragaman budaya di Lampung sebagai sebuah kekayaan budaya yang perlu dilestarikan.

Tidak umum disadari persepsi itu berpangkal pada etnologi yang muncul pada masyarakat Barat dan bertujuan memahami kebudayaan non-Barat atau culture of the other. Merayakan keragaman kebudayaan etnik non-Barat berkaitan dengan incommensurability thesis pada etnografi yang melihat setiap kebudayaan etnik bersifat eksklusif dan harus dipahami berdasarkan konteksnya. Sebab itu, kajian etnografi sampai kini menutup dengan ketat batas-batas di antara kebudayaan etnik yang satu dan kebudayaan etnik yang lainnya.

Mustahil bagi kita menggunakan tesis ini untuk mempersoalkan kebudayaan Lampung. Secara politis tidak mungkin menutup dengan ketat batas-batas kebudayaan etnik dalam pengertian dan tujuan apa pun. Pengetatan batas ini akan menjadi celah bagi gerakan separatis. Kendati gerakan separatis hampir selalu dikarenakan persoalan politik, ketertutupan budaya etnik senantiasa menjadi alasan utama.

Beberapa pendapat tentang kebudayaan yang disorongkan budayawan dan seniman, bisa dijadikan pertimbangan.

Khususnya pandangan Rachman Arge, Nirwan Dewanto, Nirwan Arsuka, dan Radhar Panca Dahana, yang secara bersama-sama bisa membentuk acuan.

Rachman Arge melihat persoalan kebudayaan mendasari seluruh persoalan kehidupan yang kita hadapi sekarang ini, termasuk persoalan sosial politik, hukum, kesejahteraan, dan ekonomi. Nirwan Dewanto menekankan persoalan kebudayaan sebagai persoalan modernitas dalam kehidupan kita. Radhar Panca Dahana melihat kebudayaan sebagai sebuah proses dan Nirwan Arsuka menekankan perlunya keterlibatan anggota masyarakat pada proses ini.

Keempat pandangan itu meninggalkan persepsi umum tentang kebudayaan. Jika dikaji, persepsi umum tentang kebudayaan melihat kebudayaan sebagai gejala kata-benda (nounish phenomenon). Sebab itu, dalam persepsi umum ini kebudayaan ditentukan kumpulan benda-benda atau gejala yang dibendakan. Kebudayaan sesuatu bangsa, misalnya, tercermin pada karya-karya puncak bangsa itu.

Kebudayaan dalam persepsi ini adalah a set of things.

Keempat budayawan itu tidak melihat kebudayaan sebagai a set of things, tapi sebagai a set of practices atau kumpulan praktek dalam sebuah proses. Kebudayaan dalam pandangan ini–mengutip ungkapan pemikir dunia ketiga Stuart Hall–bergantung percaturan makna dan nilai yang mungkin terjadi karena kesamaan persepsi (bukan akibat penyamaan persepsi), kesamaan pemahaman (bukan penyamaan pendapat), dan kesamaan rasa (intuisi). Proses budaya ini bukan penyeragaman karena percaturan makna dan nilai yang terjadi mengandung proses negosiasi dan bahkan renegosiasi berbagai makna yang sudah stabil.

Pandangan keempat budayawan itu tidak berhenti pada sesuatu teori kebudayaan.

Pandangan mereka menyuruk ke persoalan kebudayaan yang sedang kita hadapi. Nirwan Dewanto menunjuk modernitas sebagai wilayah di mana proses negosiasi dan renegosiasi makna-makna itu terjadi. Rachman Arge menegaskan modernitas ini sebagai persoalan mendasar dari semua persoalan yang sedang kita hadapi sekarang ini. Termasuk proses pemahaman demokrasi dan pemburuan kesejahteraan dan jaminan kehidupan yang tercermin pada perkembangan ekonomi.

Dinamika Kesenian

Memang ketika kita mempersoalkan modernitas, yang muncul pada cipta kita adalah pengaruh asing, masuknya nilai-nilai Barat yang mengancam nilai-nilai Timur. Sebab itu, ada keengganan melihat modernitas sebagai gejala budaya. Tapi, persepsi ini selayaknya dikaji ulang.

Modernisasi yang terjadi di seluruh dunia memang berakar pada perkembangan kebudayaan Barat. Namun, modernisasi dunia sama sekali bukan “westernisasi” dunia. Berdasarkan tesis ini bisa dipastikan modernitas sebagai dampak modernisasi tidak seragam di seluruh dunia dan tidak cuma mengandung nilai-nilai Barat.

Modernisasi pada masyarakat non-Barat adalah gejala budaya. Pemikir Inggris keturunan India, Hommi Bhabha, melihat gejala budaya ini sebagai penerjemahan budaya (cultural translation). Kendati peniruan terlihat pada permukaannya, penerjemahan budaya memperlihatkan berbagai pergeseran makna dan nilai, bahkan pengubahan keutamaan yang memengaruhi pemikiran-pemikiran. Karena kebudayaan adalah pembentukan simbol-simbol, penerjemahan budaya melibatkan apa yang disebut Homi Bhabha, praktek-praktek interpelasi (interpelative practices) yang menunjukkan bekerjanya kekuatan-kekuatan lokal dalam penerjemahan budaya.

Menimbang pemikiran Homi Bhabha, bisa disimpulkan modernitas sebagai dampak penerjemahan budaya dibentuk pula oleh kekuatan-kekuatan lokal. Sebab itu, ciri-ciri lokal tidak pernah hilang pada modernitas. Maka, mempersoalkan modernitas sama sekali bukan menempatkan persoalan dunia modern semata-mata. Kebudayaan etnik di mana modernitas berkembang harus disiasati pula karena merupakan komponen yang menghadirkan kekuatan-kekuatan lokal.

Pandangan ini menemukan relevansinya dalam dinamika kebudayaan di Lampung sepanjang 2004, terutama jika kita memahami kesenian sebagai ranah kreatif kebudayaan. Sepanjang 2004, dinamika kesenian di Lampung tidak cuma mengelap warisan-warisan leluhur budaya. Melainkan, warisan leluhur budaya Lampung itu menjadi kekuatan lokal yang menjaga dan menstabilkan masyarakat pada tingkat pemikiran tentang bagaimana menerima dampak modernitas.

Dalam seni rupa, seperti yang diperlihatkan para perupa selama Bandar Lampung Art Expo 2004 digelar, 7–12 Desember 2004, masyarakat melihat nilai-nilai lokal Lampung muncul sebagai spirit dalam proses kreatif para perupa. Tema-tema lukisan mengangkat, bukan saja persoalan masyarakat Lampung, sekaligus memberi inspirasi tentang realitas masyarakat Lampung kini agar mereka lebih punya kekuatan menghadapi risiko-risiko modernisasi.

Mamanoor, kurator dari Galeri Nasional yang terlibat dalam Art Expo 2004, pantas mendapat pujian. Tema kuratorial Sumatransformation yang dia tawarkan bukan saja cerdik tetapi representatif dengan realitas masyarakat di Pulau Sumatra umumnya dan Lampung khususnya, sehingga tafsir-tafsir para perupa atas tema itu menghasilkan keaneragaman yang membawa kebaruan dalam seni rupa.

Tafsir para perupa ini cuma bisa terwujud karena pergulatan yang intens dengan lingkungan masyarakat, yang mengejawantah dalam hasil karsa dan budi berupa karya lukis. Ada semacam penghamburan wacana yang coba digulirkan dalam dunia seni rupa, ditopang semangat dan kekaryaan, sehingga harapan dunia seni rupa mampu mengangkat citra budaya, sosial, ekonomi, dan niaga di Lampung, bukan hal mustahil lagi di tangan perupa Lampung.

Pertumbuhan yang lebih pesat diperlihat dunia kesusastraan dengan dinamikanya yang mampu menggetarkan jagat kesusastraan nasional. Nama-nama baru muncul di panggung kesusastraan, terutama dari kalangan penyair-penyair muda, harus diakui telah mengangkat image Lampung sebagai “penghasil sastrawan” yang tidak bisa diabaikan.

Lampung, meskipun secara bisnis kurang diperhitungkan para investor sebagai daerah investasi, dari segi kesusastraan citra budayanya melambung tinggi. Sebutlah sederet nama sastrawan nasional yang terus berkarya, beberapa diantaranya datang dari iklim kreatif masyarakat Lampung, seperti Isbedy Stiawan Z.S., Edi Samudra K., Oyos Saroso H.N., Dina Oktaviana, Y. Wibowo, Ari Pahala Hutabarat, Jimmly Maruli Alfian, M. Arman A.Z., Binhad Nurrohmat, Dyah Indra Mertawirana, Dahta Gautama, dll. Apalagi Dewan Kesenian Lampung menetapkan agenda kesenian, Lampung Art Festival (LAF), yang digelar tiap tahun; bisa dibilang Lampung punya andil besar menggerakkan perkembangan kesusastraan nasional.

Begitu juga dalam tari. Kita menangkap sentuhan balet, pantomin, teater, dan tai chi. Seluruh gerakan begitu luwes, lincah, dan dinamis. Tidak ada lagi gerakan-gerakan kaku yang biasa kita temukan dalam tari tradisional. Realitas seperti itu terjadi dalam Lampung Tari Peristiwa, even peristiwa tari yang digelar Dewan Kesenian Lampung (DKL) pada September 2004 lalu. Wacana-wacana yang dihaburkan para koreografer dalam peristiwa tari itu, lewat karya-karya tarinya, mampu memberi inspirasi bagi masyarakat tentang bagaimana menghadapi realitas peradaban modern saat ini. Lihat saja bagaimana Manto, Nani Rahayu, Agus, Amin, dan Gandung Hartadi menawarkan tema. Sembilan koreografer yang dilibatkan, empat berasal dari luar Lampung–Valendra (Solo), I Nyoman Sura (Bali), Winarto Ekram (Malang), dan Ana Maini (Ogan Komering Ulu)–memperkaya khazanah tafsir tari.

Lampung Tari Peristiwa, bagai sebuah babakan dari kebangkitan seni tari di Lampung. Ia menjadi fase awal sebelum para kreografer menunjukkan jati dirinya di ajang sekelas Art Summit atau Indonesian Dance Festival. Semoga.

Pemikir(an) Kebudayaan Lampung

Terus terang, saya berharap banyak mendapatkan "sesuatu" ketika menghadiri peluncuran buku Hukum Adat dalam Tebaran Pemikiran (Bandar Lampung, Universitas Lampung, 2006) karya H. Rizani Puspawidjaya, S.H. di Hotel Indra Puri, Bandar Lampung, 19 Oktober 2006. Meski telat saya dapat menangkap substansi dari acara ini: tak lebih dari membicarakan masalah lama yang -- menurut saya -- sudah terlalu sering dibahas.

Ah, mungkin saya terlalu berharap banyak pada pertemuan itu. Barangkali juga saya terlalu terobsesi ingin menemukan hal yang terasa menggairahkan dari apa yang saya angan dari "kebudayaan Lampung". Sungguh, terlalu minim untuk berbicara secara lebih komprehensif tentang yang disebut dengan kebudayaan Lampung. Buku Hukum Adat dalam Tebaran Pemikiran terlalu sedikit untuk menjawab rasa ingin tahu saya tentang: Apa, siapa, dan bagaimanakah manusia dan kebudayaan Lampung itu?

Relatif tidak ada yang baru -- minimal interpretasi baru tentang kebudayaan Lampung -- dari isi buku ini. Kalau dirujuk, masalah-masalah yang dibahas tidak jauh dari hasil diskusi/seminar yang melibatkan, antara lain Prof. Hilman Hadikusuma (alm.), Anshori Djausal, A. Effendi Sanusi, Sanusi Husin, Firdaus Augustian, dan Rizani Puspawidjaya sendiri selama ini. Semua pembicaraan itu sebenarnya sudah terangkum dalam buku Adat Istiadat Lampung (diterbitkan Kanwil Depdikbud Lampung, 1979/1980; cetak ulang 1985/1986) yang ditulis Hilman Hadikusuma dkk.

Sebenarnya, tidak ada persoalan kalau tak ada buku-buku: Manusia Indonesia (karya Mochtar Lubis) yang disusul buku-buku tentang manusia/kebudayaan Jawa, Sunda, Bugis/Makassar, Batak, Minangkabau, dan lain-lain yang ditulis para sejarahwan-sosiolog-antropolog. Dan, baru-baru ini terbit dua buku antropologi dan sejarah terjemahan: Bugis (karya Christian Pelras) dan Kerajaan Aceh, Zaman Iskandar Muda 1607-1636 (karya Denys Lombard).

Membaca buku-buku textbook itu, saya merasa semakin "cemburu" ketika dihadapkan pada sebuah konsep yang mahakomplek tentang manusia/masyarakat dan kebudayaan Lampung. Referensi yang sudah ada -- menurut saya -- sangat tidak cukup untuk menerangkan konsep itu. Kebanyakan ulun Lampung hanya bicara hal-hal kecil tentang sastra lisan Lampung, bahasa Lampung, kesenian Lampung, piil pesenggiri, adat istiadat, kebiasaan, serta hal-hal lain yang serbakecil semacam Tugu Siger, perbedaan Pepadun dan Peminggir (menurut textbook bukan Pesisir atau Saibatin!), dan pembagian orang Lampung secara sektarian (orang Abung, orang Menggala, orang Pubian, orang Sungkai, orang Way Kanan, orang Belalau, dll) yang tidak akan mampu menerangkan apa yang dimaksud dengan kebudayaan Lampung secara general.

Kebudayaan Lampung?

Sebelum masuk terlalu jauh, saya ingin mengutipkan sebuah definisi tentang kebudayaan. Soalnya, konsep ini terlalu sering disempitkan artinya dengan kesenian, adat-istiadat, atau apalah.

Kebudayaan dapat diartikan sebagai suatu sikap dan orientasi nilai yang mempengaruhi pemikiran dan mendorong ke suatu tindakan; serta seni budaya sebagai wujud material kebudayaan yang dapat menghasilkan interaksi secara dinamis dan reflektif antara jati diri bangsa dan modernitas. Wujud konkretnya, antara lain mendorong tumbuhnya rasa percaya di antara sesama warga bangsa, disiplin, meletakkan pendidikan dalam pusat kehidupan, dan tidak hidup konsumtif.

Kebudayaan bisa diteropong dari berbagai sudut pandang. Tetapi, setidaknya ada tiga dimensi yang dicakup kebudayaan. Ketiga dimensi itu adalah dimensi ide, dimensi material, dan dimensi perilaku.

Dimensi ide menyangkut nilai-nilai kehidupan, tujuan-tujuan, dan cita-cita yang kadang-kadang bersifat utopis dan dikemukakan sebagai sesuatu arahan untuk bergerak maju. Budaya material berwujud ke dalam, antara lain seni dan bentuk-bentuk peninggalan masa lalu seperti karya arsitektur, prasasti, dan bangunan candi. Dimensi perilaku adalah wujud yang hadir sehari-hari, termasuk di dalamnya bahasa.
Saat ini ada kecenderungan kebudayaan diasingkan dari fakta sosial, ekonomi, dan politik. Tetapi, pada saat yang sama kebudayaan menemukan perannya sebagai pentas untuk merayakan gaya hidup yang menakutkan dan juga membius (Ninuk Mardiana Pambudy, Kompas, Senin, 31 Juli 2006).

Definisi kebudayaan ini menunjukkan kepada kita betapa luasnya cakupan konsep kebudayaan. Maka, ketika kita disodorkan sebuah pertanyaan tentang apa dan bagaimana kebudayaan Lampung itu, tidak bisa tidak tercakup di dalamnya dimensi ide, dimensi material, dan dimensi perilaku. Pertanyaannya, dimensi ide, material, dan perilaku apakah yang khas yang melekat pada ulun Lampung (masyarakat Lampung secara kolektif)? Saya pikir, tidak mudah menggambarkan masalah ini secara sistematis, komprehensif, dan ilmiah; yang bukan berdasarkan prasangka.

Piil Pesenggiri

Bagian yang kembali menyulut perdebatan adalah konsep piil pesenggiri. Rizani Puspawijaya menuturkan, pada 1988, saat digelar Dialog Kebudayaan Daerah Lampung, Rizani Puspawijaya dan almarhum Hilman Hadikusuma berusaha mereaktualisasikan konsep piil pesenggiri sebagai kearifan budaya Lampung. Ketika itu, para intelektual Lampung masih sulit menerimanya dengan berbagai argumentasi penolakan. "Saya yang pertama sekali memperkenalkan konsep filsafat piil pesenggiri dalam skripsi gelar sarjana. Bersama almarhum Prof. Hilman Hadikusuma, konsep itu terus dipelajari dan dikaji sehingga bisa dirumuskan unsur-unsur pembentuk piil pesenggiri yang terdiri dari juluk adek, nemui nyimah, nengah nyappur, sakai-sambaiyan, dan titie gemanttei," kata Rizani Puspawidjaja (Lampung Post, 20 Oktober 2006).

Beberapa minggu setelah itu, Firdaus Augustian menulis "Puzzle Bernama Piil Pesenggiri" (Lampung Post, 11 November 2006) yang menggugat piil pesenggiri. "Rasanya terlalu berlebihan kalau kita mengatakan tatanan moral piil pesenggiri yang merupakan inspirasi dan motivasi berpikir dan bersikap masyarakat Lampung, hanya dikenal masyarakat Lampung. Kebudayaan lain pun apalagi pada masyarakat tradisional amat akrab terhadap tatanan moral ini. Bahkan, tatanan moral ini telah built in dalam kehidupan mereka," kata Firdaus.

Tapi segera saja Fachruddin (Lampung Post, 18 November 2006) menampik dengan mengatakan, piil pesenggiri sudah menjadi milik perguruan tinggi, diuji para guru besar dengan pendekatan akademis, bukan sekadar puzzle dengan tantangan yang relatif ringan. Piil pesenggiri sebuah keseriusan, seriusnya mereka yang mengidamkan berdirinya Kesultanan Islam Lampung, di mana piil pesenggiri sebagai dasar nilainya.

Masih menurut Fachruddin, berbeda dengan piil pesenggiri yang dipanuti masyarakat Lampung. Banten memberikan advokasi dengan kitab Kuntara Rajaniti, seperti yang diturunkan kepada Keratuan Darah Putih, yang diniatkan untuk masyarakat mulai dari Kalianda, Padang Cermin, Cukuh Balak, hingga Semaka. Sebenarnya para pimpinan adat telah siap mendukung berdirinya Kesultanan Islam Lampung bersama Keratuan Pugung.

"Saya pernah dikejutkan ketika menghadiri upacara anjau marga di daerah Cukuh Balak, ternyata ada seorang tokoh adat yang berpidato dengan inti pidato: khepot delom mufakat, khopkhama delom bekekhja, tetengah tetanggah, bupudak waya, bupiil bupesenggir. Berarti di daerah pesisir pun dikenal piil pesenggiri, kendati sedikit berbeda. Tetapi mengapa kita harus sibuk mencari perbedaan, bukankah lebih baik kita mencari persamaan agar kekayaan yang masih terpendam ini dapat digali sebagai sumbangan bagi kemajuan ummat manusia," tulis Fachruddin.

Begini -- ini menurut saya -- masih dibutuhkan penelitian (reseach) mendalam soal piil pesenggiri. Saya pikir, piil pesenggiri bukan kitab suci yang tidak bisa dipermasalahkan. Misalnya, masih dibutuhkan bukti yang lebih banyak lagi soal betapa orang Lampung tak bisa lepas dari piil pesenggiri-nya. Syukur-syukur ada interpretasi atau tafsir baru piil pesenggiri.

Ada tidak ada, yang jelas dia sudah menjadi wacana publik, menjadi bagian dari konsep adat-istiadat Lampung dan sebagian kecil dari konsep besar bernama kebudayaan Lampung.

Pemikir(an) Kebudayaan Lampung

Saya sebenarnya gembira ketika Rizani mengatakan, orang Lampung itu terbuka, demokratis, dan ada konsep kepemimpinan Lampung?

Wah, saya pikir ini kan kajian yang menarik tentang konsep-konsep kekuasaan Lampung (sebagai contoh, konsep kekuasaan Jawa sudah jelas dipaparkan oleh Benedict Anderson, Cliffort Geerth, dll). Sayangnya, tidak ada yang mengelaborasi lebih jauh, tentang bagaimana sikap terbukanya orang Lampung itu, dimana letak demokratis orang Lampung, dan bagaimana contoh kepemimpinan Lampung itu.

Saya hanya memimpikan penelitian dan diskusi sosial dan kebudayaan Lampung marak. Dengan kata lain, Lampung memiliki banyak pemikir dan pemikiran kebudayaan Lampung. Sehingga orang tak lagi berkata, "Kebudayaan Lampung, Api Muneh" (Udo Z. Karzi, Lampung Post, 23 Oktober 2005). Cuma siapakah yang mau memulai? Pemerintah daerah yang lebih berorientasi "proyek" susah diharap. Yang paling mungkin adalah perguruan tinggi, terutama Universitas Lampung (baca: Udo Z. Karzi, "Unila sebagai Pusat Kebudayaan Lampung", Lampung Post, 8 April 2006), yang paling kompeten. Atau adakah orang atau lembaga yang lebih tepat?

Pemikiran kebudayaan Lampung hanya akan lahir dari pemahaman konsep kebudayaan yang benar dan dari riset dengan metodologi yang benar oleh peneliti/pemikir kebudayaan yang teliti, tekun, dan konsisten. Tentu saja, gagasan kebudayaan yang muncul tidak berasal dari pemikiran sempit dan sektarian yang membagi-bagi Lampung menjadi bagian yang kecil-kecil: adat Pepadun dan adat Peminggir, bahasa dialek A (api) dan O (nyo), Menggala, Abung, Pepadun, Melinting, Belalau, Way Kanan, Kalianda, dan seterusnya.

Budaya Lampung. Bahasa Lampung. Adat Lampung. Kesenian Lampung. Sastra Lampung.... dst. Lampung!

Saya menulis dalam bahasa Lampung. Tidak saya namai bahasa Lampung Pesisir. Cukup saya katakan: memakai bahasa Lampung?

Bisakah kita -- ulun Lampung -- berbicara dengan bahasa kesatuan: Lampung (!) untuk kemudian secara bersama merumuskan kebudayaan Lampung?

Sungguh, belum ada lagi pengganti pakar hukum adat Lampung almarhum Prof. Hilman Hadikusuma!

Sumber: Lampung Post, Sabtu, 2 Desember 2006

"Bumi Jawa" Thanks to :

Terimakasih kepada http://www.yogyes.com/ yang telah memberi informasi banyak kepada saya...

"Bumi Jawa" SATE KUDA GONDOLAYU - Mendongkrak Vitalitas Kaum Pria



"Saya juga kaget pas Pak Bondan ke sini. Dia langsung pesen 2 porsi untuk dia sendiri. Ya mungkin karena dia tahu daging kuda rendah kolesterol," cerita Bu Suparti, Pemilik Warung Sate Kuda Gondolayu, kepada YogYES siang itu. Masih menurut cerita Bu Suparti, warungnya juga pernah didatangi oleh Ade Rai yang ternyata mampu melahap habis 100 tusuk daging kuda. Wow!

Sembari menunggu sate masak, saya pun melongok lebih dalam isi dapur warung sate ini. Oleh pemiliknya saya ditunjukkan daging kuda mentah yang berwarna merah. Benar-benar tidak ada lemak sedikitpun. Menurut Bu Suparti hal itu karena kuda adalah hewan yang sangat aktif bergerak. Ibu setengah baya yang cukup enerjik ini menjelaskan bahwa daging kuda berkhasiat untuk mengatasi capek, masuk angin dan meningkatkan vitalitas. Tidak hanya dagingnya yang berkhasiat, alat kelamin kuda atau yang lebih dikenal dengan sebutan torpedo dipercaya dapat mendongkrak vitalitas kaum laki-laki, selain berkhasiat mengobati sesak napas. Tapi bila ingin menyantap torpedo, pembeli harus pesan dulu karena peminatnya banyak.

Sate pesanan YogYES akhirnya jadi juga. Hmm, uenaaaak. Dagingnya cukup empuk. Bu Suparti mengatakan bahwa daging kuda paling tidak harus direbus selama 1 jam. Daging kuda yang digunakan berasal dari kuda-kuda yang masih muda dan memang khusus diternakan untuk dikonsumsi. Sedangkan kuda-kuda yang sudah tua seperti kuda penarik andong tidak bisa di sate karena dagingnya terlalu keras dan alot. Biasanya daging seperti itu kemudian dibikin abon. Bu Suparti juga bercerita bahwa yang dulu mempopulerkan sate kudanya adalah para mahasiswa dari Sulawesi.

Tak terasa satu porsi sate kuda, sepiring nasi dan segelas teh panas manis segera berpindah ke perut saya. Benar apa kata Bu Suparti badan saya menjadi hangat. Saya bayar satu porsi sate seharga Rp. 10.000 (Januari 2009) dan ingin membuktikan khasiatnya, kebetulan badan saya pegal-pegal dan capek. Nah, jika Anda ingin merasakan khasiat dan lezatnya daging kuda, Anda dapat mencobanya di Warung Sate Gondolayu. Warungnya buka setiap hari dari jam 9 pagi hingga jam 10 malam.

SATE KUDA GONDOLAYU
Jl. Jend. Sudirman No. 25 Yogyakarta
(barat Jembatan Gondolayu)
Phone: +62 274 6554045

"Bumi Jawa" PECEL BAYWATCH - Menyantap Pecel Kembang Turi Racikan Mbah Warno "Anderson"



Semula saya sempat bingung dengan julukan Pecel Baywatch yang disandang oleh pecel Mbah Warno. Terlintaslah imajinasi nakal tentang sosok penjual pecel yang mengenakan bikini seperti Mbak Pamela Anderson atau setidaknya warung ini berada di pinggir pantai. Ternyata salah semua. Beginilah cerita lengkapnya.

Warung Mbah Warno terletak di daerah Kasongan, tepatnya berada di jalan menuju Gunung Sempu. Warung yang sudah berdiri sejak 35 tahun lalu ini sangat sederhana. Papan nama warung pecel Mbah Warno ini hanya berukuran 30 x 20 cm2 yang pasti terlewat jika tak benar-benar memerhatikannya. Interior warung diisi oleh perabot yang fungsional dan apa adanya. Hanya terdapat beberapa meja dan kursi kayu serta satu dipan bambu. Di belakang meja tempat meletakkan dagangannya, terdapat dapur berisikan beberapa anglo yang selalu mengepulkan asap. Sebuah posisi yang tak disengaja sebenarnya, sebab dapur dalam konsep Jawa biasanya terletak di bagian belakang. Mbah Warno meletakkan dapur di bagian depan warung pasca gempa Mei 2006 yang meruntuhkan bangunan rumahnya. "Belum punya uang untuk membangun dapur baru", ujarnya.

Mbah Warno menjajakan menu utama pecel dengan beragam lauk sebagai pengiringnya. Mulai dari lele dan belut goreng kering, tahu bacem, mangut belut (belut bersantan yang dibumbui cabai), hingga bakmi goreng. YogYES memesan semuanya agar dapat merasakan aneka rasa masakan Mbah Warno ini.

Sambil menunggu, pikiran saya melayang menelusuri asal-usul pecel yang sama tidak jelasnya dengan soto. Banyak daerah di Jawa memiliki pecel dengan ciri khasnya masing-masing, misalnya Pecel Madiun, Pecel Blitar, Pecel Madura, Pecel Slawi dan lain-lain. Namun setidaknya, seorang sejarawan Belanda bernama H.J Graaf pernah mengungkapkan bahwa ketika Ki Ageng Pemanahan melaksanakan titah Sultan Hadiwijaya untuk hijrah ke hutan yang disebut Alas Mentaok (sekarang Kotagede), rombongan beliau disambut masyarakat di pinggir Sungai Opak dan dijamu dengan berbagai jenis masakan, termasuk pecel.

Lamunan saya terputus saat pecel dan beberapa makanan pengiring tiba di meja. Seporsi pecel, lele goreng, dan tahu bacem seolah menantang untuk secepatnya dinikmati. Terdapat empat jenis sayuran dalam hidangan berlumur bumbu kacang ini yakni daun bayam, daun pepaya, kembang turi (Sesbania grandiflora), dan kecambah / taoge. Kita akan disergap rasa manis dari bumbu kacang yang menggelitik lidah. Saat menguyah kembang turi yang agak getir, rasa manis tadi berpadu sehingga menghasilkan kelezatan yang sulit diungkapkan.

Pecel dengan kembang turi merupakan ciri khas pecel "ndeso". Jaman sekarang sudah sulit untuk menemukan penjual pecel seperti ini. Konon kembang turi memiliki khasiat meringankan panas dalam dan sakit kepala ringan. Jadi tidak heran bila orang Jawa, India, dan Suriname (masih keturunan Jawa juga sih, hehehe) sering menyantap kembang turi muda sebagai sayuran.

Pecel akan bertambah nikmat jika ditambah dengan lele goreng atau tahu bacem. Lele goreng di tempat ini dimasak hingga kering sehingga crispy ketika digigit. Sedangkan tahu bacem yang berukuran cukup besar dapat dinikmati sebagai cemilan bersama cabai rawit. Selain itu juga terdapat hidangan lain seperti belut goreng dengan dua variasinya. Pertama, belut goreng kering yang berukuran kecil dan belut goreng basah yang lebih besar. Ada juga bakmi goreng dan mangut belut bagi anda yang menggemari makanan pedas. Asap dari anglo menambah sensasi rasa dari hidangan di warung ini.

Entah karena kenyang atau efek kembang turi, selesai makan kepala saya terasa lebih cerdas dari biasanya. Sambil ngobrol ringan dengan Mbah Warno dan asistennya, saya jadi paham kenapa pecel di tempat ini dijuluki Pecel Baywatch. Hal itu karena Mbah Warno dan asistennya selalu mengenakan sejenis baju yang disebut kaus kutang. Pakaian yang sangat nyaman untuk dikenakan di tengah udara pedesaan Kasongan Bantul yang kering dan panas.

Walau penjual pecel ada dimana-mana, Pecel Baywatch tetap menawarkan sesuatu yang lain bagi anda. Sebuah kombinasi kelezatan makanan, suasana pedesaan yang kental, dan keramahan Mbah Warno "Anderson". (nang)

"Bumi Jawa" NASI GORENG BERINGHARJO - Kelezatan Kuliner Jawa Cina



Nasi Goreng Beringharjo, kini bisa dijumpai di Jalan Mataram, tepat di pertigaan ketiga sebelah kiri jalan yang menuju ke pasar bersejarah di Yogyakarta itu. Sebelum penghujung tahun 2004, tepatnya sebelum ada pembersihan pedagang kaki lima di wilayah tersebut, nasi goreng itu bisa ditemui di pertigaan menuju kawasan Shopping yang kini dirombak menjadi Taman Pintar, Taman Budaya Yogyakarta dan Pusat Penjualan Buku.

Nasi goreng ini adalah salah satu yang pantas dicicipi sebab kelezatannya telah diakui banyak orang dan dikenal sejak tahun 1960-an, saat sang penjual memulai bisnisnya. Tak perlu menunggu lama jika hendak mencicipinya, sebab penjual biasanya memasak nasi goreng langsung dalam jumlah besar sehingga bisa dihidangkan dalam waktu cepat. Anda bisa datang mulai pukul 18.00 WIB hingga sekitar pukul 23.00 WIB bila ingin mencicipinya, serta bisa memilih ingin duduk lesehan atau di kursi yang tersedia.

Menyantap nasi goreng ini, anda akan merasa seperti mendengarkan sepiring cerita tentang akulturasi Jawa Cina. Jenis masakan nasi goreng sendiri misalnya, sebenarnya berasal dari daratan Cina yang kemudian 'bermigrasi' ke Indonesia. Mulanya, nasi goreng muncul dari tradisi bangsa Cina yang tak ingin membuang nasi sisa, sehingga nasi tersebut diolah dengan bumbu-bumbu yang tersedia, seperti bawang merah, bawang putih dan kecap. Ketika bangsa Cina mulai berdatangan ke Indonesia, masakan itu pun mulai dikenal oleh warga negara Indonesia dan berangsur menjadi satu dengan masakan Indonesia sendiri.

Bukti akulturasinya adalah adanya berbagai variasi nasi goreng, mulai nasi goreng ayam, nasi goreng sea food, nasi goreng kambing, bahkan nasi goreng pete yang notabene bumbu khas Indonesia. Rasanya pun bermacam-macam, ada yang lebih menonjolkan citarasa bawang putih, ada pula yang menonjolkan citarasa bahan tambahannya, misalnya ayam. Nasi goreng Beringharjo memilih memasak nasi goreng ayam dan babi.

Bicara tentang kecap sebagai salah satu bumbunya, itu pun menyimpan cerita tentang penyesuaian bangsa Cina ketika tinggal di Jawa. Kecap, sebenarnya bernama kie tjap, dibuat dari sari ikan yang difermentasikan. Ketika bangsa Cina tinggal di Jawa dan menemukan bahwa kedelai lebih murah dibandingkan ikan, bahan baku pembuatan kie tjap pun diubah menjadi dari kedelai. Akibatnya, kie tjap pun tidak lagi memiliki citarasa ikan, tetapi hanya berasa manis untuk kecap manis, begitu pula nasi goreng. Citarasa bawang putih yang sangat kuat pun juga menjadi ciri masakan-masakan yang berasal dari Cina.

Meski akibat akulturasi itu terdapat banyak sekali nasi goreng di hampir setiap sudut gang, Nasi Goreng Beringharjo tetap memiliki kekhasan. Proses memasak misalnya, tak seperti nasi goreng lain yang memasak dalam jumlah kecil. Sekali masak, penjual bisa menuangkan nasi sebanyak setengah bakul di wajan super besar yang telah diisi oleh bumbu khusus. Disebut bumbu khusus karena ia tak lagi meracik di tempat penjualan, tetapi sudah dalam bentuk campuran yang siap untuk melezatkan nasi goreng.

Daging ayam atau babi ditambahkan pada saat nasi goreng telah ditaruh dalam piring. Selain itu, ditambahkan pula beberapa iris tomat, kol, daun seledri, telur dadar bulat dan acar sebagai pelengkap. Sepiring nasi goreng berharga Rp 5.000,00 untuk daging ayam dan Rp 6.000,00 untuk daging babi. Karena lezat, banyak pengunjung memesan nasi dalam porsi yang lebih besar, mulai dari 1,5 hingga 2 porsi langsung untuk satu orang.

Rasa nasi goreng ini bisa dikatakan pas, tak terlalu manis juga tidak terlalu asin. Aroma bawang putihnya tak begitu kuat namun tetap terasa. Nah, bagaimana, tertarik mencicipinya? Selain nasi goreng, tersedia juga bakmi dan bihun serta babi kecap yang tak kalah nikmat.

"Bumi Jawa" BAKMI SHIBISHU - Ketika Bakmi Bisu Membuat Anda Kehilangan Kata



Jika anda adalah salah satu penggemar berat bakmi, ketika sedang berada di Yogyakarta cobalah untuk mampir mengunjungi warung makan bakmi Shibishu yang terletak di Jalan Raya Bantul No.106. Tempat ini dapat ditempuh sekitar lima menit dari Malioboro, tepatnya 500 meter selatan Pojok Beteng Kulon. Jangan terkecoh oleh namanya yang agak berbau Jepang, bakmi ini dimiliki oleh orang Yogya asli dan sudah beroperasi sejak 25 tahun lalu.Warung makan ini adalah yang paling banyak dikunjungi dibandingkan warung-warung makan lain yang ada di sekitarnya.

Selain keramaiannya tersebut pada awalnya saya cukup bingung dengan apa yang akan saya temui di warung makan ini. Tempat ini terkenal dengan nama 'bakmi bisu'. Ada beberapa pikiran iseng saya berkenaan dengan istilah tersebut. Pertama, bakmi tersebut saking enaknya sehingga ketika mencobanya, kita akan membisu alias tidak bisa berkata-kata. Pikiran yang kedua, yang menjajakan bakmi ini alias si penjual adalah orang yang tuna wicara atau bisu. Saat memesan satu porsi bakmi goreng kepada seorang wanita paruh baya yang sedang meracik bumbu saya mengira tebakan iseng saya yang kedua sudah gugur, karena si ibu tersebut ternyata bisa bicara. Tapi kemudian pada akhirnya saya mengetahui satu dari dua tebakan saya ada yang benar, begini cerita lengkapnya.

Selain memesan bakmi goreng, saya juga memesan teh manis hangat sebagai pendamping makan. Saat menunggu pesanan tiba, perlahan saya mulai mengerti salah satu alasan kenapa tempat ini terkenal dengan nama bakmi bisu. Ternyata pelayan yang mendistribusikan pesanan ke para pelanggan adalah seorang wanita tuna wicara (bisu). Ada satu orang lagi yang membantu ibu peracik dan pemasak bakmi yang sepanjang pengamatan saya juga 'membisu' atau tidak bicara sepanjang melakukan pekerjaannya sebagai pengipas bara api di anglo.

Cukup lama pesanan saya tiba. Bisa dimaklumi karena warung ini hanya menggunakan sebuah anglo berbahan bakar arang untuk memasak semua pesanan pelanggannya. Sambil menunggu pesanan bakmi, suguhan yang datang terlebih dahulu adalah teh manis hangat. Cukup berbeda dari tempat lain yang menyajikan teh hanya dengan menggunakan gelas. Di sini juga diberi tambahan sebuah teko kecil untuk jog jika air teh yang ada di gelas sudah habis. Selain berbeda dalam penyajian, teh ini juga berbeda dalam hal rasa jika dibandingkan dengan teh di tempat lain. Sruputan pertama ketika mencecap teh ini meninggalkan sensasi tersendiri. Jika boleh meminjam tag line sebuah produk teh, ini adalah sensasi wasgitel (wangi, sepet, legi, dan kentel). Aroma yang keluar dari panasnya kopi menimbulkan wangi aroma teh yang khas. Warna teh yang coklat kehitaman menunjukkan kekentalan dan rasa sepet yang membekas di ujung lidah. Kemudian dilengkapi dengan manis yang elegan dari gula batu yang dicelupkan ke dalam teh. Sudah lama saya tidak merasakan teh yang seperti ini. Terakhir, saya mencicipi teh yang enak beberapa tahun yang lalu ketika melakukan penelitian sosial budaya di daerah Tegal Utara.

Setelah hampir 20 menit menunggu akhirnya pesanan bakmi goreng saya diantar oleh si wanita bisu. Tampilan bakmi goreng ini sekilas hampir sama dengan bakmi di tempat lain, hanya saja warnanya lebih terang sedikit mungkin karena tidak terlalu banyak menggunakan kecap. Bakmi ini terbuat dari dua jenis mi, yakni mi kuning dan bihun. Kemudian dilengkapi dengan potongan-potongan kecil daging ayam dan seledri. Suapan pertama ketika mencoba bakmi bisu ini membuat saya hampir kehilangan kata. Bumbu yang menyelimuti bakmi ini amat terasa tebal dan meresap ke dalam mi. Sekilas rasa mi ini seperti agak berlebihan bumbu, namun itu semua hilang ketika disusul oleh suapan-suapan selanjutnya.

Di meja penyajian juga disediakan cabe rawit yang sangat nikmat jika diceplus berbarengan dengan mi. Hal yang tidak terlupakan dari makan di bakmi bisu ini adalah ketika setelah selesai makan mi dilanjutkan dengan teh panas wasgitel. Dua hal ini-mi dan teh- seakan saling melengkapi dengan kelebihannya masing-masing untuk menjadikan pengalaman wisata kuliner yang sulit dilupakan bagi anda. Pada akhirnya, saya cukup senang karena dua tebakan saya di awal tulisan ada yang benar. Bakmi Shibishu membuat saya kehilangan kata dan membisu untuk sesaat karena kelezatannya. (nang)

BAKMI SHIBISHU
Jalan Raya Bantul No. 106 Yogyakarta

"Bumi Jawa" Wayang Kulit, Mahakarya Seni Pertunjukan Jawa



Malam di Yogyakarta akan terasa hidup jika anda melewatkannya dengan melihat wayang kulit. Irama gamelan yang rancak berpadu dengan suara merdu para sinden takkan membiarkan anda jatuh dalam kantuk. Cerita yang dibawakan sang dalang akan membawa anda larut seolah ikut masuk menjadi salah satu tokoh dalam kisah yang dibawakan. Anda pun dengan segera akan menyadari betapa agungnya budaya Jawa di masa lalu.

Wayang kulit adalah seni pertunjukan yang telah berusia lebih dari setengah milenium. Kemunculannya memiliki cerita tersendiri, terkait dengan masuknya Islam Jawa. Salah satu anggota Wali Songo menciptakannya dengan mengadopsi Wayang Beber yang berkembang pada masa kejayaan Hindu-Budha. Adopsi itu dilakukan karena wayang terlanjur lekat dengan orang Jawa sehingga menjadi media yang tepat untuk dakwah menyebarkan Islam, sementara agama Islam melarang bentuk seni rupa. Alhasil, diciptakan wayang kulit dimana orang hanya bisa melihat bayangan.

Pagelaran wayang kulit dimainkan oleh seorang yang kiranya bisa disebut penghibur publik terhebat di dunia. Bagaimana tidak, selama semalam suntuk, sang dalang memainkan seluruh karakter aktor wayang kulit yang merupakan orang-orangan berbahan kulit kerbau dengan dihias motif hasil kerajinan tatah sungging (ukir kulit). Ia harus mengubah karakter suara, berganti intonasi, mengeluarkan guyonan dan bahkan menyanyi. Untuk menghidupkan suasana, dalang dibantu oleh musisi yang memainkan gamelan dan para sinden yang menyanyikan lagu-lagu Jawa.

Tokoh-tokoh dalam wayang keseluruhannya berjumlah ratusan. Orang-orangan yang sedang tak dimainkan diletakkan dalam batang pisang yang ada di dekat sang dalang. Saat dimainkan, orang-orangan akan tampak sebagai bayangan di layar putih yang ada di depan sang dalang. Bayangan itu bisa tercipta karena setiap pertunjukan wayang memakai lampu minyak sebagai pencahayaan yang membantu pemantulan orang-orangan yang sedang dimainkan.

Setiap pagelaran wayang menghadirkan kisah atau lakon yang berbeda. Ragam lakon terbagi menjadi 4 kategori yaitu lakon pakem, lakon carangan, lakon gubahan dan lakon karangan. Lakon pakem memiliki cerita yang seluruhnya bersumber pada perpustakaan wayang sedangkan pada lakon carangan hanya garis besarnya saja yang bersumber pada perpustakaan wayang. Lakon gubahan tidak bersumber pada cerita pewayangan tetapi memakai tempat-tempat yang sesuai pada perpustakaan wayang, sedangkan lakon karangan sepenuhnya bersifat lepas.

Cerita wayang bersumber pada beberapa kitab tua misalnya Ramayana, Mahabharata, Pustaka Raja Purwa dan Purwakanda. Kini, juga terdapat buku-buku yang memuat lakon gubahan dan karangan yang selama ratusan tahun telah disukai masyarakat Abimanyu kerem, Doraweca, Suryatmaja Maling dan sebagainya. Diantara semua kitab tua yang dipakai, Kitab Purwakanda adalah yang paling sering digunakan oleh dalang-dalang dari Kraton Yogyakarta. Pagelaran wayang kulit dimulai ketika sang dalang telah mengeluarkan gunungan. Sebuah pagelaran wayang semalam suntuk gaya Yogyakarta dibagi dalam 3 babak yang memiliki 7 jejeran (adegan) dan 7 adegan perang. Babak pertama, disebut pathet lasem, memiliki 3 jejeran dan 2 adegan perang yang diiringi gending-gending pathet lasem. Pathet Sanga yang menjadi babak kedua memiliki 2 jejeran dan 2 adegan perang, sementara Pathet Manura yang menjadi babak ketiga mempunyai 2 jejeran dan 3 adegan perang. Salah satu bagian yang paling dinanti banyak orang pada setiap pagelaran wayang adalah gara-gara yang menyajikan guyonan-guyonan khas Jawa.

Sasono Hinggil yang terletak di utara alun-Alun Selatan adalah tempat yang paling sering menggelar acara pementasan wayang semalam suntuk, biasanya diadakan setiap minggu kedua dan keempat mulai pukul 21.00 WIB. Tempat lainnya adalah Bangsal Sri Maganti yang terletak di Kraton Yogyakarta. Wayang Kulit di bangsal tersebut dipentaskan selama 2 jam mulai pukul 10.00 WIB setiap hari Sabtu dengan tiket Rp 5.000,00.

Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Photo & Artistik: Singgih Dwi Cahyanto

"Bumi Jawa" Sendratari Ramayana



Dibawakan oleh lebih dari 250 penari di tempat asalnya: Panggung Terbuka Ramayana & Panggung Trimurti.

Kompleks Candi Prambanan - Yogyakarta - Indonesia

Ramayana adalah contoh terbaik dari cerita Jawa yang ceritanya dipahatkan pada dinding Candi Siwa di dalam kompleks peninggalan Candi Prambanan. Versi Ramayana Prambanan agak berbeda dengan cerita asli India-nya, yang mencerminkan adaptasi dengan kebudayaan Jawa selama berabad-abad.

Saat ini, Ramayana disesuaikan untuk seni pertunjukan. Sejak tahun 1960-an, ratusan penari telah menghidupkan cerita relief kuno ke dalam pertunjukan di panggung terbuka Prambanan yang terletak di bagian barat kompleks candi. Pada dasarnya, sebagai drama tari tradisional tanpa dialog yang panjang, Balet atau Sendratari Ramayana - akronim dari drama dan tari - merupakan pementasan yang bagus dengan kepahlawanan, tragedi, roman serta penganiayaan untuk memuaskan para penonton. Semuanya dipentaskan di bawah sinar rembulan dengan latar belakang Candi Roro Jonggrang.

Cerita Ramayana terdiri dari empat episode, dengan satu episode pementasan setiap malam, yang dibawakan dari pukul 07.30 sampai 09.30 malam selama empat malam berturut-turut, setiap bulan dari Mei sampai Oktober. Cerita secara penuh dibawakan di Panggung Trimurti setiap Selasa, Rabu dan Kamis, yang dibawakan oleh lebih dari 50 penari profesional.

"Bumi Jawa" Sendratari Mahakarya Borobudur Sinopsis



Adegan 1:
Suasana hati dalam kehidupan cenderung berubah bagai Cakra Manggilingan, yang menggambarkan keserakahan, keangkaramurkaan, saling menindas yang mengakibatkan kacau dan suasana mencekam. Kehadiran Rakai Panangkaran yang dikenal sebagai sosok spiritualis tanggap terhadap kehidupan manusia yang perbuatannya tidak terpuji, untuk itu maka ia mengajarkan tentang jalan kehidupan yang baik. Ajaran tersebut dalam bentuk batu berundak (Candi) yang berisi ajaran hidup Kamadhatu, Rupadhatu dan Arupadhatu.

Adegan 2:
Suasana kerakyatan dan kegotongroyongan, kebersamaan dan semangat masyarakat di lereng Bukit Menoreh dalam mengawali pembangunan Candi Borobudur. Kemudian muncul gangguan dari makhluk halus yang mengakibatkan penderitaan rakyat. Para punggawa kerajaan dan Bhiku segera mengambil tindakan untuk mengusir roh-roh jahat.

Adegan 3:
Raja Samaratungga bertekat untuk menyelesaikan pembangunan Candi, dengan bantuan dan dukungan segenap rakyat secara bersatu padu bekerja keras untuk menyelesaikan bangunan Candi Borobudur.

Adegan 4:
Raja Samaratungga, para punggawa dan segenap masyarakat bersyukur atas selesainya pembangunan Candi Borobudur dengan bersimpuh dan berdoa di bawah pimpinan para Bhiku untuk perdamaian dan kedamaian hidup.

"Bumi Jawa" Sendratari Ramayana, Drama dalam Tarian Khas Jawa



Sendratari Ramayana adalah seni pertunjukan yang cantik, mengagumkan dan sulit tertandingi. Pertunjukan ini mampu menyatukan ragam kesenian Jawa berupa tari, drama dan musik dalam satu panggung dan satu momentum untuk menyuguhkan kisah Ramayana, epos legendaris karya Walmiki yang ditulis dalam bahasa Sanskerta.

Kisah Ramayana yang dibawakan pada pertunjukan ini serupa dengan yang terpahat pada Candi Prambanan. Seperti yang banyak diceritakan, cerita Ramayana yang terpahat di candi Hindu tercantik mirip dengan cerita dalam tradisi lisan di India. Jalan cerita yang panjang dan menegangkan itu dirangkum dalam empat lakon atau babak, penculikan Sinta, misi Anoman ke Alengka, kematian Kumbakarna atau Rahwana, dan pertemuan kembali Rama-Sinta.

Seluruh cerita disuguhkan dalam rangkaian gerak tari yang dibawakan oleh para penari yang rupawan dengan diiringi musik gamelan. Anda diajak untuk benar-benar larut dalam cerita dan mencermati setiap gerakan para penari untuk mengetahui jalan cerita. Tak ada dialog yang terucap dari para penari, satu-satunya penutur adalah sinden yang menggambarkan jalan cerita lewat lagu-lagu dalam bahasa Jawa dengan suaranya yang khas.

Cerita dimulai ketika Prabu Janaka mengadakan sayembara untuk menentukan pendamping Dewi Shinta (puterinya) yang akhirnya dimenangkan Rama Wijaya. Dilanjutkan dengan petualangan Rama, Shinta dan adik lelaki Rama yang bernama Laksmana di Hutan Dandaka. Di hutan itulah mereka bertemu Rahwana yang ingin memiliki Shinta karena dianggap sebagai jelmaan Dewi Widowati, seorang wanita yang telah lama dicarinya.

Untuk menarik perhatian Shinta, Rahwana mengubah seorang pengikutnya yang bernama Marica menjadi Kijang. Usaha itu berhasil karena Shinta terpikat dan meminta Rama memburunya. Laksama mencari Rama setelah lama tak kunjung kembali sementara Shinta ditinggalkan dan diberi perlindungan berupa lingkaran sakti agar Rahwana tak bisa menculik. Perlindungan itu gagal karena Shinta berhasil diculik setelah Rahwana mengubah diri menjadi sosok Durna.

Di akhir cerita, Shinta berhasil direbut kembali dari Rahwana oleh Hanoman, sosok kera yang lincah dan perkasa. Namun ketika dibawa kembali, Rama justru tak mempercayai Shinta lagi dan menganggapnya telah ternoda. Untuk membuktikan kesucian diri, Shinta diminta membakar raganya. Kesucian Shinta terbukti karena raganya sedikit pun tidak terbakar tetapi justru bertambah cantik. Rama pun akhirnya menerimanya kembali sebagai istri.

Anda tak akan kecewa bila menikmati pertunjukan sempurna ini sebab tak hanya tarian dan musik saja yang dipersiapkan. Pencahayaan disiapkan sedemikian rupa sehingga tak hanya menjadi sinar yang bisu, tetapi mampu menggambarkan kejadian tertentu dalam cerita. Begitu pula riasan pada tiap penari, tak hanya mempercantik tetapi juga mampu menggambarkan watak tokoh yang diperankan sehingga penonton dapat dengan mudah mengenali meski tak ada dialog.

Anda juga tak hanya bisa menjumpai tarian saja, tetapi juga adegan menarik seperti permainan bola api dan kelincahan penari berakrobat. Permainan bola api yang menawan bisa dijumpai ketik Hanoman yang semula akan dibakar hidup-hidup justru berhasil membakar kerajaan Alengkadiraja milik Rahwana. Sementara akrobat bisa dijumpai ketika Hanoman berperang dengan para pengikut Rahwana. Permainan api ketika Shinta hendak membakar diri juga menarik untuk disaksikan.

Di Yogyakarta, terdapat dua tempat untuk menyaksikan Sendratari Ramayana. Pertama, di Purawisata Yogyakarta yang terletak di Jalan Brigjen Katamso, sebelah timur Kraton Yogyakarta. Di tempat yang telah memecahkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) pada tahun 2002 setelah mementaskan sendratari setiap hari tanpa pernah absen selama 25 tahun tersebut, anda akan mendapatkan paket makan malam sekaligus melihat sendratari. Tempat menonton lainnya adalah di Candi Prambanan, tempat cerita Ramayana yang asli terpahat di relief candinya.

Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Photo & Artistik: Singgih Dwi Cahyanto

"Bumi Jawa" Gamelan, Orkestra a la Jawa



Gamelan jelas bukan musik yang asing. Popularitasnya telah merambah berbagai benua dan telah memunculkan paduan musik baru jazz-gamelan, melahirkan institusi sebagai ruang belajar dan ekspresi musik gamelan, hingga menghasilkan pemusik gamelan ternama. Pagelaran musik gamelan kini bisa dinikmati di berbagai belahan dunia, namun Yogyakarta adalah tempat yang paling tepat untuk menikmati gamelan karena di kota inilah anda bisa menikmati versi aslinya.

Gamelan yang berkembang di Yogyakarta adalah Gamelan Jawa, sebuah bentuk gamelan yang berbeda dengan Gamelan Bali ataupun Gamelan Sunda. Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut dan slow, berbeda dengan Gamelan Bali yang rancak dan Gamelan Sunda yang sangat mendayu-dayu dan didominasi suara seruling. Perbedaan itu wajar, karena Jawa memiliki pandangan hidup tersendiri yang diungkapkan dalam irama musik gamelannya.

Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelannya adalah keselarasan kehidupan jasmani dan rohani, keselarasan dalam berbicara dan bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong pada setiap penutup irama.

Tidak ada kejelasan tentang sejarah munculnya gamelan. Perkembangan musik gamelan diperkirakan sejak kemunculan kentongan, rebab, tepukan ke mulut, gesekan pada tali atau bambu tipis hingga dikenalnya alat musik dari logam. Perkembangan selanjutnya setelah dinamai gamelan, musik ini dipakai untuk mengiringi pagelaran wayang, dan tarian. Barulah pada beberapa waktu sesudahnya berdiri sebagai musik sendiri dan dilengkapi dengan suara para sinden.

Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, diantaranya satu set alat musik serupa drum yang disebut kendang, rebab dan celempung, gambang, gong dan seruling bambu. Komponen utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik gamelan, misalnya gong berperan menutup sebuah irama musik yang panjang dan memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama gending.

Gamelan Jawa adalah musik dengan nada pentatonis. Satu permainan gamelan komplit terdiri dari dua putaran, yaitu slendro dan pelog. Slendro memiliki 5 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 5 6 [C- D E+ G A] dengan perbedaan interval kecil. Pelog memiliki 7 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 4 5 6 7 [C+ D E- F# G# A B] dengan perbedaan interval yang besar. Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa aturan, yaitu terdiri dari beberapa putaran dan pathet, dibatasi oleh satu gongan serta melodinya diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4 nada.

Anda bisa melihat gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri maupun sebagai pengiring tarian atau seni pertunjukan seperti wayang kulit dan ketoprak. Sebagai sebuah pertunjukan tersendiri, musik gamelan biasanya dipadukan dengan suara para penyanyi Jawa (penyanyi pria disebut wiraswara dan penyanyi wanita disebut waranggana). Pertunjukan musik gamelan yang digelar kini bisa merupakan gamelan klasik ataupun kontemporer. Salah satu bentuk gamelan kontemporer adalah jazz-gamelan yang merupakan paduan paduan musik bernada pentatonis dan diatonis.

Salah satu tempat di Yogyakarta dimana anda bisa melihat pertunjukan gamelan adalah Kraton Yogyakarta. Pada hari Kamis pukul 10.00 - 12.00 WIB digelar gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik tersendiri. Hari Sabtu pada waktu yang sama digelar musik gamelan sebagai pengiring wayang kulit, sementara hari Minggu pada waktu yang sama digelar musik gamelan sebagai pengiring tari tradisional Jawa. Untuk melihat pertunjukannya, anda bisa menuju Bangsal Sri Maganti. Sementara untuk melihat perangkat gamelan tua, anda bisa menuju bangsal kraton lain yang terletak lebih ke belakang.
gamelan sound

Naskah: Yunanto Wiji Utomo
Photo & Artistik: Singgih Dwi Cahyanto

Boemi di hatiku

Maaf temen2 jika ada kata2ku yang tidak berkenan dihati temen2 aku minta maaf ya....

BOEMI KKN ku Korowelang yang nggak pernah aku lupakan ( banyak kenangan didalamnya )

Memasuki semester 7 aku mengambil matakuliah dengan bobot 4 sks yaitu KKN, wuih bayanganku KKN itu suerem buanget tapi kenyataannya dalam pelaksanaan KKN sangatlah menyenangkan. Pada bulan November kalau ngak salah he he he aku dipertemukan dengan tetem2 KKN 1 kelompok yang sebelumnya nggak pada kenal, pertama melihat muka temen2 wuih keren2 dan cantik2. Ketika itu kita selalu berkumpul setiap seminggu sekali, pada awalnya kita mau membikin kepengurusan he he he kamu tau siapa yang menjadi ketuanya? Pada pertemuan2 awal temen2 pada nggak pernah bisa ngumpul lengkap maklum pada sibuk2 he he he. Lha orang yang beruntung yang menjadi ketua pada dipertuan itu adalah aku sendiri hikh hikh hikh kemudian aku membentuk pengurus intinyadengan kepengurusan :
Alan Pramudianta sebagai ketua
Chesar Kingkinanty sebagai wakil ketua
Nanan Isnata Sari sebagai Sekretaris
Novan Rizki Affandi AS sebagai bendahara 2
Mayla Mahya Tama sebagai bendahara
Ridwan sebagai bendahara 2
Supriyanto sebagai Humas
Maya Masita Sari sebagai humas 2
Istikomah sebagai penasehat maklum organisator he he he
Kita mendapatkan Dosen Pembimbing yang baik hati yaitu Ibu Yuniar Wardani S.K.M Dosen Kesehatan Masyarakat yang super sibuk, maklum beliou juga ngambil S2 di-UGM juga he he he aku kapan ya???? Kemudian kamu beruntung ditempatkan disuatu pedukuhan kecil yang ada di Kecamatan Pandak Kelurahan Caturharjo dengan nama Pedukuhan yaitu Korowelang. Tentang profile Pedukuhan Korowelang ini adalah: Bp. Sutejo sebagai Kepala Dusun Korowelang, tentang bapak yang satu ini wauih gaul banget maksud aku sangat ramah he he he... Pedukuhan terdiri dari 5 RT, kalau malem wuih rame banget tau ngak rame karena apa??? Kan disana kebanyakan warganya bekerja sebagai petani sehingga setiap rumah hampir selalu punya hewan sapi ataupun kerbau he he he jadi setiap malem rame suara klonthong à klonthong.... klonthong.... klonthong..... hemmmouuuuu.... jadi kelihatan rame banget.....
Pertama yang menginjakan kaki d—Korowelang adalah aku sendiri dan temenku si-Supra he he he maklum nama yang sebenarnya adalah Supriyanto tapi anak2 sering panggil dia SupraXXX. Kemudian kami satu kelompok survei pedukuhan itu dilaksanakan sebelum KKN diterjunkan supaya kita bisa membuat program kerja yang akan diterapkan disana. Pada hari kamis kalau nggak salah kami mengadakan perkenalan dan sosialisasi program kerja dirumah Bapak. Tejo (Dukuhhh) Program kerja kita Alhamdulillah diterima walaupun ada tambahan2 he he he disuruh mengecat gardu dan tugu oops Ibu PKK juga ngak ketinggalan ibu2 pengen main Voley jadi pengen dibuatin lapangan Voley, ngomong2 lapangan Voley itu besarnya seberapa ya??? Dan bentuknya bulet atau kotak hak hak hak hak......
Kemudian pada tanggal 27 januari kami diterjunkan, dengan hati gembira kami berangkat bersama-sama menuju Kelurahan Caturharjo. Ooops tapi kejadian yang diinginkan terjadi temenku yang namanya Enov panggilannya kecelakaan maklum katanya semaleman ngak tidur kira2 ngapain ya???? Pada minggu2 pertama kita kompak banget, masak bareng, ngerjain program bareng sering evaluasi bareng...... Indah banget uihhh. Tapi pada pertengahan terjadi sesuatu yang membuat kami agak kurang kompak. Mungkin ini semua kesalahanku, bagaimana nggak aku kan ketuanya hikh hikh hikh...... Kejadiannya waktu kita melaksanakan program Outbond dan Sepeda Gembira dipantai kuwaru, karena kurangnya koordinasi dan aku juga minimnyapengalaman he he he...... Tapi semua itu bisa diselesaikan bersama waktu evaluasi bareng bersama Tuan Rumah yaitu Bapak Heru. Kemudian kita bisa kompak lagi walaupun masih ada yang I’llfell sama aku entah kenapa???? Mungkin aku jelek.
Program unggulan dari kami adalah TPA uihhhh keren banget, pertama kali diundang anak2nya pada semangat banget yang dateng kurang lebih 30 anak maklum mahasiswanya cakep2 dan cantik2 he he he.... walaupun anak2nya pada bandel2 tapi mereka tetap semangat dan serius mengikuti kegiatan TPA, tapi sayang kalau hari Senin, Kamis dan Sabtu yang dateng cuman sedikit karena mereka pada latihan sepakbola katanya ingin kayak Mas Alan bisa main sepak bola di Divisi dua Bantul he he he.... bencanda lho, yang pasti mereka semua pengen jadi pemain Nasional.
Waktu aku nyesel adalah pada waktu Program Donor Darah aku nggak bisa ikut jadi pendonor kata mbaknya HB ku rendah hikh hikh hikh, dan yang paling aku senangi adalah ketika aku bisa bermain kompetisi sepak bola Divisi 2 Bantul he he he bangga bisa dapat kartu kuning 1 belum kartu merah.
Pada tanggal 24 februari kita mengadakan perpisahan dengan warga, wuih perpisahan yang nggak bakal aku lupakan mau tau alasannya??? Karena ketika persiapan udah matang tempat udah disiapkan, malamnya hujan deres bangetttttttttttttttt...... tapi tetap seneng warga tetap antusias datang walaupun pelaksanaannya ditempat Simbah Marto di Pringgitannya.... Makasih ya Mbah... Kemudian pada tanggal 27 kami melakukan perpisahan di Kelurahan Caturharjo satu Divisi wuih aku terharu banget foto2 bareng jelas itu ngak terlewatkan, foto bareng DPL juga iyaaaaa..........
Thanks To:
Allah SWT yang telah memberikan segala2nya kepada kami sehingga terlaksananya kegiatan KKN ini dengan lancar dan aman.
Orang Tua kami yang telah memberi restu untuk belajar kami.
Bp. Budi Suryanto selaku Kepala Desa Caturharjo yang telah memberi kesempatan untuk KKN di Pedukuhan Korowelang.
Bp. Sutejo selaku Kepala Dusun Korowelang yang selalu terbuka kepada kita dan nasehat2 beliou.
Warga dan Remaja Korowelang yang sudah menerima kami dalam melaksanakan program2 kerja kita.
Bp. Drs. Heru Spd. Sekeluarga yang telah memberi fasilitas2 dalam kami melaksanakan kegiatan KKN selama kurang lebih 1 bulan.
Simbah Marto yang selalu bercanda dan sekali2 memberi masakan buat kami.
Temen2 semuanya aku minta maaf jika ada kesalahan yang aku sengaja maupun tidak aku sengaja, aku berterima kasih banget ngak tau bagai mana mengucapkannya he he he....



Maaf kalau ada penulisan yang nggak berkenan dihati temen2 dan pembaca, aku hanyalah manusia biasa TAPI manusia yang terbaik adalah manusia yang berguna bagi orang lain....
...Thanks3156 i love u...

Profile dari Istikomah Mulisari “ASAL LAMPUNG UTARA – KOTA BOEMI”

Berasal dari Lampung Utara tepatnya di Kota Bumi, di UAD mengambil jurusan Psikologi. Pertama melihat dia orangnya pendiem tapi nggak taunya orangnya juga riang gembira.
Wilayah Lampung Utara beribukota di Kotabumi, secara geografis terletak pada 104o40 - 105o08 BT dan antara 4o34 -5o06 LS. Daerah ini berbatasan dengan Kabupaten way Kanan di utara, Kabupaten Lampung tengah di selatan , Kabupaten Tulang Bawang di barat, Kabupaten Lampung Barat di barat. Luas wilayah daerah ini adalah 272.563 Ha. Secara administratif, daerah ini terbagi menjadi 23 Kecamatan dan 231 Kelurahan.
Dilihat dari segi ekonomi, total nilai PDRB menurut harga konstan yang dicapai Kabupaten Lampung Utara pada tahun 2006 sebesar 2.677.559(dalam jutaan rupiah) dengan konstribusi terbesar datang dari sektor pertanian 39,60%, disusul kemudian dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran 18,31%, serta dari sektor industri pengolahan 18,31%.
Daerah ini mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan antara lain disektor perkebunan dengan komoditi utama yang dihasilkan berupa tebu, tembakau, kelapa dalam, kelapa hibrida, kelapa sawit, kopi arabika, kopi robusta, cengkeh, kakao, karet dan lada. Komoditas unggulan daerah ini adalah kopi. Aroma dan rasa kopi Lampung memang sudah lama sangat dikenal penikmat kopi di Indonesia bahkan dunia.
Kabupaten Lampung Utara juga memiliki berbagai potensi kepariwisataan diantaranya wisata alam berupa air terjun Curup Gangsa, agro wisata, dan wisata sejarah atau budaya.
Dari hasil pertanian dan perkebunan ini berdampak besar juga terhadap perdagangan. Perdagangan menjadi tumpuan mata pencaharian penduduk setelah pertanian. keberadaan infrastruktur berupa jalan darat yang memadai akan lebih memudahakan para pedagang utuk berinteraksi sehingga memperlancar baik arus barang maupun jasa, daerah ini juga memiliki berbagai sarana dan prasarana pendukung diantaranya sarana pembangkit tenaga listrik, air bersih, gas dan jaringan telekomunikasi.

Profile dari Maya Masita Sari “Asal Lampung Selatan – Metro”

Berasal dari Lampung Selatan tepatnya Metro, di UAD ngambil jurusan Akuntansi. Orangnya dewasa banget ya iyalah Mbak Maya kan udah menikah.
Luas wilayah Lampung Selatan 318.078 Ha. Beribukota di Kalianda, daerah ini berbatasan dengan Lampung Tengah dan Lampung Timur di utara, Selat Sunda di selatan, Kabupaten Tanggamus di barat, Laut Jawa di timur. Daerah ini terbagi menjadi 13 Kecamatan. Dilihat dari segi ekonomi, total nilai PDRB menurut harga konstan yang dicapai Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2006 sebesar 4.370.218 (dalam jutaan rupiah) dengan konstribusi terbesar datang dari sektor pertanian 49,09%, disusul kemudian dari sektor perdagangan, hotel, dan restoran 13,93%, serta dari sektor industri pengolahan 11,10%.
Kabupaten Lampung Selatan ini mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan antara lain di sektor perkebunan dengan komoditi utama yang dihasilkan didaerah ini berupa kelapa dalam, kelapa hibrida, kelapa sawit, karet, tembakau, cengkeh, kakao,lada, nilam. Daerah ini dikenal penghasil kelapa dalam terbesar di daerah Lampung, terdapat beberapa industri besar dan menengah dari hasil perkebunan kelapa dalam ini, kelapa memang serba guna. Bisa diolah menjadi menjadi kopra, minyak, kelapa parutan kering, santan, alat rumah tangga dari sabut kelapa, gula kelapa, serta batang kelapanya sebagai bahan bangunan. Nata de coco yang berasal dari hasil fermentasi air kalapa ini menambah nilai ekonomis kelapa, kini merupakan salah satu andalan ekspor Lampung Selatan. Terdapat 2 perusahan yang mengelola usaha dari fermentasi air kelapa ini yaitu PT. Keong Nusantara Abadi dan PT. Sari Segar Husada, dari unit usaha yang ada ini dapat menyerap tenaga kerja dari penduduk setempat. Selain kelapa Lampung Selatan juga merupakan sentra produksi pisang yang diolah menjadi keripik pisang yang menjadi oleh-oleh khas Lampung. Tanaman pangan mendominasi pertanian dengan padi menjadi komoditas andalan dan kondisi ini mejadikan Lampung Selatan menjadi lumbung padi kedua setelah Lampung Tengah.
Di sektor pertambangan komoditi bahan tambang ini berupa deposit emas, batu bara, andesit, batu gamping, dan granit. Dari hasil pertanian dan perkebunan ini berdampak besar juga terhadap perdagangan. Perdagangan menjadi tumpuan mata pencaharian penduduk setelah pertanian. keberadaan infrastruktur berupa jalan darat yang memadai akan lebih memudahkan para pedagang utuk berinteraksi sehingga memperlancar baik arus barang maupun jasa, daerah ini juga memiliki berbagai sarana dan prasarana pendukung diantaranya sudah terdapat Bandara Raden Intan II yang terlatak di Tanjung Karang sehingga semakin mempermudah arus transportasi dari dalam maupun luar negeri, juga sudah terdapat sarana pembangkit tenaga listrik, air bersih, gas dan jaringan telekomunikasi.

Profile dari Nana Isnatasari dari Kebumen

Berasal dari Kebumen, kuliah di UAD mengembil jurusan Farmasi. Uihhhh orannya super riang gembira......
Wilayah Kabupaten Kebumen memiliki luas wilayah 1.281,115 km ini secara geogrgafis terletak di 727' - 750' LS dan 10922' - 10950' BT terbagi menjadi 26 Kecamatan, 449 Desa dan 11 Kelurahan ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara di sebelah utara, Samudera Hindia di sebelah selatan, Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banyumas di sebelah barat, dan Kabupaten cilacap di seblah timur. Perekonomian Kabupaten Kebumen bertumpu pada pertanian terutama tanaman pangan. Untuk pariwisata didaerah Kebumen cukup menjanjikan seperti Gua Jatijajar, Gua Petruk, Laboratorium alam Geologi di Karangsembung, disini juga memiliki potensi bahan tambang diantaranya marmer, fosfat, andesit, tanah liat dan batu gamping. Kabupaten Kebumen dikenal dengan industri genteng yang diusahakan ditingkat home industry dengan pusat industri di lima kecamatan diantaranya: Kecamatan Sruweng, Pejagoan, Adimulyo, Klirong, dan Kutowinangun. Gema industri genteng Kebumen dengan nama produk genteng sokka memang cukup dikenal di Provinsi Jawa Tengah namanya disejajarkan dengan industri genteng terkenal lainnya seperti genteng jatiwangi Majalengka Jawa Barat, industri genteng yang juga memanfaatkan SDA ini secara eksternal cukup positif karena memunculkan nama Kabupaten Kebumen di pasar genteng nasional khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur, namun secara internal ada plus dan minusnya, plusnya karena hasilnya mampu mennghidupi sebagian penduduk, minusnya karena penggalian tanah liat yang tanpa aturan akan merusak lingkungan, lahan yang diambil tanah liatnya sebagian besar bekas sawah yang dijual pemiliknya seusai panen. Alih fungsi dari lahan sawah menjadi tanah galian itu membuat tanah rusak dan tidak dapat ditanami lagi.

Profile dari Supriyanto dari Pekalongan

Berasal dari pekalongan, kuliah di UAD mengambil jurusan PBSI. Pertama kali ketemu itu aku kira Bp. Dukuh ikut kuliah, orangnya rapi banget dan ternyata dan aku sangka2 ternyata orangnya gokillllllllllllllll.......

Kabupaten Pekalongan merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota diPropinsi Jawa Tengah, yang berada di daerah Pantura bagian barat sepanjang pantai utara Laut Jawa memanjang ke selatan dengan Kota Kajen sebagai Ibu Kota pusat pemerintahan.

Secara geografis terletak diantara:  60 - 70  23’ Lintang Selatan dan antara 1090 - 1090 78’ Bujur Timur yang berbatasan dengan:

Sebelah Timur       : Kota Pekalongan dan  Kabupaten Batang
Sebelah Utara        : Laut Jawa, Kota Pekalongan
Sebelah Selatan    : Kabupaten Banjarnegara
Sebelah Barat        : Kabupaten Pemalang

Secara Topografis, Kabupaten Pekalongan merupakan perpaduan antara wilayah datar diwilayah bagian utara dan sebagian merupakan wilayah dataran tinggi/pegunungan diwilayah bagian selatan yaitu diantaranya  Kecamatan Petungkriyono dengan ketinggian 1.294 meter diatas permukaan laut dan merupakan wilayah perbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara, Kecamatan Lebakbarang, Paninggaran, Kandangserang, Talun, Doro, dan sebagaian diwilayah Kecamatan Karanganyar serta Kajen.

Iklim

Curah hujan pada tahun 2006 rata-rata per tahun 2.954 mm dengan rata-rata hari hujan 113 hari.

Curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Lebakbarang rata-rata per tahun 5.945 mm, terendah Kecamatan Buaran rata-rata per tahun 1.283 mm dengan rata-rata hari hujan 64 hari.

Kondisi tanah berdasarkan luas daerahKabupaten Pekalongan 83.613,068 ha yang terdiri atas tanah sawah 25.472,069 ha atau 30.46%, tanah kering 58.140,999 ha (69,54%).

Luas areal lahan sawah di Kabupaten Pekalongan pada tahun 2006 seluruhnya seluas 25.472,069 ha, yang terdiri dari :
Sawah berpengairan teknis seluas 14.941,340 ha
Sawah berpengairan setengah teknis seluas 3.166,832 ha
Sawah berpengairan sederhana seluas 2.033,563 ha
Sawah berpengairan desa seluas 1.613,903 ha
Sawah tadah hujan seluas 2.679,769 ha
Sawah yang tidak diusahakan seluas 1,160 ha

Lahan bukan sawah seluas 58.140,999 ha yang terdiri dari :
Bangunan gedung, perumahan dan pekarangan seluas 12.007,230 ha
Tanah tegalan seluas 11.371,039 ha
Ldang/huma seluas 1.202,241 ha
Padang rumput seluas 561,557 ha
Tambak seluas 589,871 ha
Kolam/empang seluas 21,623 ha
Hutan negara seluas 26.238,959 ha
Hutan rakyat seluas 510,129 ha
Perkebunan negara/swasta seluas 2.598,687 ha
Llainya seluas 2.429,687 ha.

Adapun perincian luas tanah sawah menurut penggunaan pengairannya tahun 2005 adalah sebagai berikut :
Irigasi teknis seluas 14.374,794 ha
Setengah teknis 1.854,306 ha
Sederhana 1.449,131 ha
Sawah berpengairan desa seluas 2.987,042
Sawah tadah hujan seluas  5.410,681 ha

Profile dari Novan Rizki Affandi AS dari Sumbawa

Berasal dari pulau nan jauh disana yaitu Sumbawa, kuliah di UAD mengembil jurusan Sistem Informasi yang dulunya Ilmu Komputer he he he nggak tau kenapa bisa berubah... Orangnya super HUMOR katanya tidak hidup kalau tidak ngelucu, he he he.....
Kabupaten Sumbawa sebagai salah satu daerah dari sembilan Kabupaten yang berada di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat, secara geografis Kabupaten ini terletak antara 116o42 - 118o22 BT dan 8o8 - 9o7 LS. Kabupaten Sumbawa ini sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores, sebelah timur berbatsan dengan Kabupaten Dompu, sebelah selatan berbatasan dengan Sammudera Indonesia dan sebelah barat berbatsan dengan Kabupaten Sumabawa Barat. Kabupaten sumabawa memiliki luas wilayah 6.643,98 Km2.
Pada tahun 2006 Kabupaten Sumbawa ini memiliki jumalah penduduk 403.500 jiwa yang terdiri dari 209.206 jiwa pria dan 194.294 jiwa wanita dengan tingkat kepadatan penduduknya sendiri mencapai 194.294 per Km2 dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 1,62%.
Untuk kegiatan ekspor non migas Kabupaten Sumbawa pada tahun 2006 ini konstribusi terbesar datang dari sub sektor perindustrian dan perdagangan dengan jenis komoditi berupa panel sebesar Rp.108.000 dengan volume sebesar 36 buah, patung kayu abstrak sebesar Rp.75.000 dengan volume sebesar 5 buah.
Untuk komoditi dari sub sektor perkebunan dengan komoditi unggulan berupa kelapa dalam sebesar 2.828 ton, jambu mete sebesar 1.209 ton dan kopi robusta sebesar 1.029 ton.
Dilihat dari segi ekonomi, total nilai PDRB yang dicapai Kabupaten Sumbawa ini pada tahun 2006 sebesar 1.493.066,31(dalam jutaan rupiah) dengan konstribusi terbesar berasal dari sektor pertanian sebesar 649.656,89, sektor perdagangan, hotel, restoran sebesar 266.238,66 dan dari sektor jasa sebesar 171.765,18.
Tana Samawa sebutan bagi Kabupaten Sumbawa ini memiliki potensi yang besar dari sektor pertanian sebagai salah satu daerah lumbung pangan nasional. Pada sektor pariwisatanya, pantai Sumbawa yang panjangnya 900 Km potensial untuk obyek wisata, kaya akan beragam jenis ikan, punya potensi pengembangan budi daya mutiara dan bisnis udang dan bandeng. Sumbawa memiliki hasil hutan seperti, rotan yang bisa mendorong tumbuhnya industri kerajinan. Juga terdpat penambangan baaatu kapur untuk pasokan PT. NTT untuk bahan campuran pembuangan tailing perusahaan itu sebesar 200 ton sehari.
Kabupaten ini juga memiliki berbagai sarana dan prasarana penunjang diantaranya jalan darat, dua buah bandara yaitu Bandara Brangbiji yang terletak di Sumbawa Besar dan Bandara Lunyuk yang terletak di Sumbawa, empat buah pelabuhan yaitu Pelabuhan Badas, Pelabuhan Labuhan Lalar, Pelabuhan Labuhan Alas, Pelabuhan Labuhan Benete.

Profile dari Mayla Mahya Tama dari Madiun

Berasal dari Madiun, kuliah di UAD mengembil jurusan Teknik Informatika. Orangnya feminim, pinter buat brownis singkong.
Kota Madiun yang merupakan ibukota Madiun, Jawa Timur ini memiliki wilayah seluas 33,23 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 192.807 jiwa (sensus Penduduk 2000). Kota Madiun merupakan kota transit pada jalur selatan yang menghubungkan kota-kota di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat seperti Surabaya, Jombang, Madiun, Solo, Jogjakarta sampai DKI Jakarta, sehingga kota Madiun sangat cocok dan menarik untuk mengembangkan sektor indsutri, perdagangan, jasa maupun angkutan. Hal ini tampak dari keberadaan sarana dan prasarana di kota Madiun sehingga dapat melayani kepentingan dalam skala regional dan nasional seperti pendidikan, kesehatan serta komoditi hasil produksi industri. Salah satu sarana yang mendukung peranan perekonomian dalam
skala regional adalah jaringan jalan yang kondisinya sangat baik untuk menghubungkan kota Madiun, dengan daerah di luar Kota Madiun yaitu Magetan, Nganjuk, Ponorogo, Jombang, Ngawi dan Kediri.

Profile dari Ridwan asal Kadipaten Jogjakarta



Asal dari kadipaten, kuliah di UAD mengambil jurusan Akuntansi. Orangnya kelihatan serius tetapi rame dan sering mengucapkan kata2 santailah dan ada deach he he he.....

Wah, pagi ini saya surprise dengan sebuah artikel di halaman depan Kompas edisi hari ini (18/3/09) berjudul: “Selamat Datang di Kampung Bebas Atribut Parpol dan Caleg”. Artikel bergaya feature itu menulis tentang sebuah kampung di Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Keraton, Yogyakarta, yang mendeklarasikan diri sebagai kampung bebas atribut parpol dan caleg.
Warga di RW 02, 03, 04, dan 05 Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Keraton, Yogyakarta, Selasa (17/3), menghindari pemasangan atribut partai politik maupun calon anggota legislatif untuk menjaga keharmonisan antarwarga dan keasrian lingkungan.

Warga di RW 02, 03, 04, dan 05 Kelurahan Kadipaten, Kecamatan Keraton, Yogyakarta, Selasa (17/3), menghindari pemasangan atribut partai politik maupun calon anggota legislatif untuk menjaga keharmonisan antarwarga dan keasrian lingkungan (foto: Kompas)

Sungguh, membaca artikel itu menjadi semacam oase tersendiri atas kedahagaan saya terhadap atmosfer kampanye pemilu yang tidak mengumbar-umbar poster caleg dengan cara yang menurut saya “sudah membabi buta” seperti sekarang ini. Membabi buta? Ya, karena saya sudah mengganggap over-aksi, bahkan cenderung mengotori visual lingkungan.

”Lingkungan RW 05 Tanpa Atribut Parpol”. Tulisan pada banner yang melintang di kampung itu jelas terlihat unik. Tulis Kompas, sepintas terkesan warga tidak peduli dengan kampanye pemilu yang tengah berlangsung. Mereka juga sepertinya ogah terlibat dalam kampanye.

Jika dibandingkan dengan pemandangan “di luar pagar” lingkungan RW-RW itu memang terlihat sangat kontras jika dibandingkan dengan tempat lain. Berjarak satu tikungan saja, rumah-rumah penduduk serta tiang listrik dan pagar di luar lingkungan RW 04 sudah sesak semrawut dengan poster, bendera, serta spanduk parpol dan caleg.

”Gara-gara spanduk dan poster-poster partai politik, anak- anak kami jadi berantem. Mereka berlomba-lomba memasang atribut partai setelah diiming- imingi imbalan uang. Kalau terus dibiarkan, kami khawatir keharmonisan lingkungan terganggu. Karena itu, pemasangan segala bentuk atribut partai kami larang di lingkungan kami,” ujar Suhadi Jamil, Sekretaris RW 04, seperti ditulis Kompas.

Menurut Jamil, kebijakan pelarangan pemasangan atribut partai awalnya tidak mudah. Apalagi banyak pemuda di lingkungannya yang tidak memiliki pekerjaan sehingga iming-iming uang pemasangan atribut partai Rp 20.000 per bendera menjadi kesempatan untuk mendapatkan penghasilan.

”Ini memang sangat dilematis. Akan tetapi, semua akhirnya mau mengerti karena kebersamaan dan kerukunan warga lebih penting daripada memperjuangkan sesuatu yang ujung-ujungnya juga belum jelas,” kata Jamil.

Profile dari Chesar Kingkinanty dari Condongcatur Depok Sleman Jogjakarta

Asal dari Condongcatur Sleman Jogjakarta, kuliah di UAD mengambil jurusan Sastra Inggris. Orangnya kocak, mungkin kayak aku he he he masalahnya bintang kita sama.....

Kecamatan Depok berada di sebelah Timur dari Ibukota Kabupaten Sleman. Jarak Ibukota Kecamatan ke Pusat Pemerintahan (Ibukota) Kabupaten Sleman adalah 10 Km. Lokasi ibu kota kecamatan Depok berada di 7.75715‘ LS dan 110.39625‘ BT. Kecamatan Depok mempunyai luas wilayah 3.555 Ha. Alamat Kantor Kecamatan Depok di Komplek Kolombo No.50 A, Catur Tunggal, Depok, Sleman.

Desa di wilayah administrasi Kecamatan Depok :
1. Desa Catur Tunggal
2. Desa Maguwoharjo
3. Desa Condongcatur
Kecamatan Depok berbatasan dengan
Utara :Kecamatan Ngaglik
Timur :Kecamatan Kalasan
Selatan:Kecamatan Gondokusuman
Barat :Kecamatan Mlati
Ibukota Kecamatannya berada pada ketinggian 140 meter diatas permukaan laut. Suhu tertinggi yang tercatat di Kecamatan Depok adalah 35ºC dengan suhu terendah 22ºC. Bentangan wilayah di Kecamatan Depok berupa tanah yang datar dan berombak.

Alan Pramudianta asal Godean Sleman Jogjakarta

Asal dari Godean yang terkenal dengan Belutnya, kuliah di UAD ambil jurusan Teknik Informatika, ngomong2 lulusnya kapan lan???? Tanya Ibu...... Orangnya pendiem kok ngak neko2. Cuman itu aja kali....

Kecamatan Godean berada di sebelah Barat daya dari Ibukota Kabupaten Sleman. Jarak Ibukota Kecamatan ke Pusat Pemerintahan (Ibukota) Kabupaten Sleman adalah 10 Km. Lokasi ibu kota kecamatan Godean berada di 7.76774‘ LS dan 110.29336‘ BT. Kecamatan Godean mempunyai luas wilayah 2.684 Ha. Alamat Kantor Kecamatan Godean di Jl. Godean Km.10, Sleman.

DASAR NEGARA

Pancasila adalah filosofi dasar negara Indonesia yang berasal dari dua kata sansekerta, “panca” artinya lima, dan “sila” artinya dasar. Pancasila terdiri atas lima dasar yang berhubungan dan tidak dapat dipisahkan, adalah :


1.Ketuhanan yang Maha Esa
2.Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.Persatuan Indonesia
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Indonesia merupakan negara demokrasi yang dalam pemerintahannya menganut sistem presidensiil, dan Pancasila ini merupakan jiwa dari demokrasi. Demokrasi yang didasarkan atas lima dasar tersebut dinamakan Demokrasi Pancasila. Dasar negara ini, dinyatakan oleh Presiden Soekarno (Presiden Indonesia yang pertama) dalam Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

POSISI GEOGRAFIS

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai 17.508 pulau. Indonesia terbentang antara 6 derajat garis lintang utara sampai 11 derajat garis lintang selatan, dan dari 97 derajat sampai 141 derajat garis bujur timur serta terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia/Oceania. Posisi strategis ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi.

Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Apabila perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka luas Indonesia menjadi1.9 juta mil persegi, 

Lima pulau besar di Indonesia adalah : Sumatera dengan luas 473.606 km persegi, Jawa dengan luas 132.107 km persegi, Kalimantan (pulau terbesar ketiga di dunia) dengan luas 539.460 km persegi, Sulawesi dengan luas 189.216 km persegi, dan Papua dengan luas 421.981 km persegi.

SEJARAH GEOLOGI

Pulau-pulau Indonesia terbentuk pada jaman Miocene (12 juta tahun sebelum masehi); Palaeocene ( 70 juta tahun sebelum masehi); Eocene (30 juta tahun sebelum masehi); Oligacene (25 juta tahun sebelum masehi). Sehubungan dengan datangnya orang-orang dari tanah daratan Asia maka Indonesia dipercaya sudah ada pada jaman Pleistocene (4 juta tahun sebelum masehi). Pulau-pulau terbentuk sepanjang garis yang berpengaruh kuat antara perubahan lempengan tektonik Australia dan Pasifik. Lempengan Australia berubah lambat naik kedalam jalan kecil lempeng Pasifik, yang bergerak ke selatan, dan antara garis-garis ini terbentanglah pulau-pulau Indonesia.

Ini membuat Indonesia sebagai salah satu negara yang paling banyak berubah wilayah geologinya di dunia. Pegunungan-pegunungan yang berada di pulau-pulau Indonesia terdiri lebih dari 400 gunung berapi, dimana 100 diantaranya masih aktif. Indonesia mengalami tiga kali getaran dalam sehari, gempa bumi sedikitnya satu kali dalam sehari dan sedikitnya satu kali letusan gunung berapi dalam setahun.

Satu Bumi